Serba-serbi Skandal Korupsi di Era Reformasi

ilustrasi-korupsi. (ist)
ilustrasi-korupsi. (ist)


Hasil survey indeks persepsi korupsi yang dirilis oleh Transparency International menunjukkan bahwa pada tahun 2022, tingkat kerawanan korupsi di Indonesia masih sangat bermasalah. Transparency Internasional ini merupakan lembaga riset dunia yang melibatkan sebanyak 180 negara diseluruh dunia.

Mendapatkan nilai sebesar 34 poin dari skala 0-100, menempatkan Indonesia berada di peringkat ke-110 secara global. Itu artinya, Indonesia masih menjadi Negara yang banyak terjadi praktik korupsi. Indeks ini justru menurun dari tahun sebelumnya, menempatkan Indonesia di posisi 96.

25 tahun reformasi, rupanya skandal korupsi pejabat publik tidak pernah ada habisnya untuk dibahas. Menurunnya indeks persepsi korupsi tadi, mengindikasikan bagaiamana respon publik terhadap tindak kejahatan korupsi di tanah air memburuk sepanjang tahun lalu.

Dan, yang sangat mengejutkan publik saat ini adalah penetapan Menteri Komunikasi dan Informatika, Jhonny G. Plate atas skandal korupsi pengadaan infrastruktur BTS di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Padahal nih, tujuan dari proyek pembangunan menara Base Transceiver Station atau BTS ini merupakan bagian dari proyek penguatan infrastuktur jaringan internet masuk desa. Targetnya, sebanyak 7.904 desa yang masuk kategori daerah terdepan, terpencil dan tertinggal bisa segera menikmati layanan 4G sebagai akses utama penggunaan internet. Konon, kerugian Negara dari skandal korupsi Jhonny Plate dan kawan-kawan ini besarnya mencapai Rp 8 triliun.

Selain kasus korupsi BTS Kominfo, berikut 10 kasus korupsi yang sempat bikin heboh di era Reformasi. Yang pertama, dalam rangkuman pemberitaan kompas.com adalah kasus penyerobotan lahan di Riau. Bupati Indragiri Hulu periode 1998-2008 terseret skandal korupsi atas penyerobotan lahan seluas 37.095 hektar di wilayah Riau bersama PT. Duta Palma Grup. Disebutkan bahwa izin usaha lokasi dan izin usaha perkebunan disalahgunakan tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional. Kasus ini mengakibatkan kerugian Negara mencapai Rp 78 triliun.

Berikutnya, kasus korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Kerugian Negara yang disebut-sebut mencapa Rp 22,7 triliun ini disebabkan adanya transaksi berupa investasi saham dan reksa dana bersama dengan pihak swasta. Kok bisa ya? Ini nih kalau pejabat Negara sampai ikut-ikutan berbisnis.

Ketiga, masih sama dengan kasus PT. ASABRI tadi. Yaitu, kasus korupsi PT. Asuransi Jiwasraya. Lagi-lagi berkaitan dengan asuransi. Kasus yang terungkap setelah mereka gagal membayar polis kepada para nasabah terkait investasi saving plan sebesar Rp 12,4 tirliun. Kerugian Negara yang disebabkan dari kasus ini mencapai Rp 16,8 tiriliun.

Tak kalah heboh, yaitu skandal kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kasus mega korupsi pada tahun 2004 yang berdasarkan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan ini memiliki nilai kerugian Negara sebesar ratusan triliun. Kabarnya, mega skandal kasus BLBI ini merupakan salah satu dampak dari krisis moneter tahun 1998. Pada saat itu, anjuran IMF agar pemerintah menyuntikkan dana bantuan kepada sejumlah bank yang mengalami krisis. Bantuan itu diperuntukkan untuk 48 bank di Indonesia melalui skema BLBI dengan besarannya mencapai Rp 144,53 triliun.

Mirip dengan kasus korupsi BLBI. Skandal korupsi Bank Century juga menarik perhatian publik. Kasus yang mencuat pada tahun 2014 ini telah mengakibatkan kerugian Negara mencapai Rp 6,76 triliun. Banyak pejabat publik yang terseret dalam kasus ini. Pada tanggal 1 Mei 2014, Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menjadi salah satu saksi mengatakan bahwa keputusan pemerintah untuk memberikan talangan dana pada tahun 2008 itu sebagai upaya pemerintah untuk menyelamatkan Bank Century agar terhindar dari krisis moneter seperti tahun 1997/1998.

Selanjutnya, kasus korupsi yang menelan kerugian Negara sebesar Rp 5,8 triliun menambah daftar hitam perilaku pejabat dengan menyeret Bupati Kotawaringin Timur atas penyalahgunaan wewenangnya sebagai Kepala Daerah untuk menerbitkan izin usaha pertambangan kepada 3 perusahaan pada tahun 2010 sampai 2012.

Yang ketujuh adalah kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang. Skandal kasus korupsi yang sekaligus merobohkan citra Partai Demokrat pada saat itu, membuat para elite partai harus menjalani hukuman kurungan penjara. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, kasus korupsi Hambalang ini mengakibatkan kerugian sebesar Rp 706 miliar dan mencatut para petinggi partai seperti: Anas Urbaningrum, Andi Mallarangen, Nazzarrudin, dan Angelina Sondakh. Akibat kasus ini, proyeksi Wisma Atlet Hambalang pun menjadi mangkrak.

Berikutnya adalah kasus korupsi E-KTP. Siapa yang tak ingat dengan sosok mantan Ketua DPR dan mantan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto? Kasus yang menarik perhatian publik dengan nominal fantastis dan penuh drama ini menyeret sejumlah pejabat Negara dan pengusaha. Sejak awal, kasus ini sudah sangat janggal dan penuh rekayasa. Bermula dari proses lelang pengadaan proyek E-KTP tahun 2011, banyak perusahaan yang berlomba-lomba untuk memenangi tender. Namun, proyek yang direncanakan sebagai program nasional untuk tata kelola sistem kependudukan di Indonesia ini diharapkan dapat terselesaikan pada tahun 2013.

Tahun 2020, masyarakat dibuat tercengang dengan munculnya kasus korupsi yang dilakukan oleh 2 Menteri Pemerintahan Joko Widodo. Ada Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo kader dari Partai Gerindra dan Menteri Sosial, Juliari Batubara kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Keduanya merupakan sosok Menteri yang terpilih untuk menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Jokowi periode kedua.

Dalam kasus korupsi di Kementerian Kelautan dan Perikanan, disebabkan adanya praktik suap terkait budidaya lobster dan ekspor benih benur lobster sebesar Rp 25,7 miliar dari para eksportir benih benur lobster. Edhy Prabowo terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi sepulang dari kunjungan kerjanya di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

Terakhir, Juliari Batubara selaku Menteri Sosial diduga telah menyalahgunakan wewenangnya berupa penggelapan dana bantuan sosial untuk pengadaan paket sembako penanganan pandemi covid-19. Menurut KPK, adanya praktik KKN di lingkungan Kementerian Sosial ini bermula dari adanya pengadaan paket bansos dengan nilai sebesar Rp 5,9 triliun dengan total sebanyak 272 kontrak untuk 2 periode. Dari proyek tersebut, Juliari telah menerima suap senilai Rp 17 miliar. Kabarnya, seluruh uang tersebut telah digunakan Eks Menteri Sosial ini untuk keperluan pribadi.

Sekali lagi, ironi bangsa di era reformasi ini disebabkan oleh perilaku para pemangku jabatan kita yang hanya memanfaatkan agenda pemerintahan. Yang mana, kebijakan itu sebenarnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Bryan Pasek Mahararta, Co-Founder YOUTH SOCIETY