Kejagung: Kasus Korupsi Anak Usaha Adhi Karya Kini Naik ke Tahap Penyidikan

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana

Gemapos.ID (Jakarta) - Kejaksaan Agung saat ini telah resmi menaikkan status penanganan perkara dugaan korupsi pembelian bidang tanah oleh PT Adhi Persada Realti (anak usaha Adhi Karya) periode 2012-2013 ke tahap penyidikan umum.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana di Jakarta, hari ini (15/6/2022).

“Tim penyidik resmi menaikkan status penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembelian tanah yang dilakukan oleh PT Adhi Persada Realiti pada tahun 2012 sampai dengan 2013 ke tahap penyidikan,” katanya.

Diketahui, status penanganan perkara ini resmi dinaikkan ke tahap penyidikan umum pada Senin (6/6) lalu, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-35/F.2/Fd.2/06/2022 tanggal 6 Juni 2022.

Ia menjelaskan posisi kasus pada tahun 2012 PT Adhi Persada Realti (APR) melakukan pembelian tanah dari PT Cahaya Inti Cemerlang di Kelurahan Limo, Kota Depok, Jawa Barat, seluas 20 hektare untuk membangun perumahan atau apartemen.

Tetapi, tanah yang dibeli tersebut, ternyata tidak memiliki akses ke jalan umum, harus melewati tanah milik PT Megapolitan dan dalam penguasaan fisik dari masyarakat setempat.

Selain itu, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, terdapat bagian tanah yang tercatat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama PT Megapolitan yaitu SHM nomor 46 dan 47 atas nama Sujono Barak Rimba.

“PT APR telah melakukan pembayaran kepada PT Cahaya Inti Cemerlang melalui rekening notaris dan diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Cahaya Inti Cemerlang dan dana operasional. Jadi itu sudah dibayarkan sebenarnya,” katanya.

Kemudian, dari pembayaran tersebut, lanjut Ketut, PT APR baru memperoleh tanah sebagaimana dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 5316 atas nama PT APR seluas kurang lebih 1,2 hektare dari total 20 hektare yang diperjanjikan.

“Jadi beli 20 hektare, baru diterima 1,2 hektare. Jadi sisanya sebanyak 18,8 hektare masih dalam penguasaan orang lain, jadi tanahnya masih dikuasai orang lain, tanahnya bermasalah ini,” ujarnya.

Dari permasalah tersebut, Ketut mengatakan, terdapat indikasi kerugian keuangan negara dari pembelian tanah oleh PT APR dari PT Cahaya Inti Cemerlang. 

Meski demikian, penyidik belum melakukan penggeledahan dan menetapkan tersangka.

“Ini baru penyidikan umum, belum ada penggeledahan, belum ada tersangka. Untuk kerugian masih dalam tahap konsultasi dengan BPKP, yang jelas ini sampai puluhan miliar,” kata Ketut.(ant/ap)