Anggota Komisi IX DPR Berkomentar Tentang Terkait JHT

Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) diminta meninjau ulang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022
Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) diminta meninjau ulang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022

Gemapos.ID (Jakarta) - Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah meninjau ulang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Karena, permenaker ini masih diperbincangkan masyarakat, sehingga membutuhkan masukan dari masyarakat terutama kalangan pekerja.

Apabila hasil diskusi publik menyebutkan Permenaker 2/2022 merugikan para pekerja, maka pihaknya akan mendorong agar Permenaker ini dicabut.

"Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik kalau suatu kebijakan strategis tidak melibatkan pihak-pihak terkait,” katanya pada Minggu (13/2/2022). 

Saleh mengaku dia belum memperoleh keterangan yang jelas dan lengkap terkait Permenaker No. 2/2022. 

Apalagi rapat Komisi IX DPR dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan BPJS Ketenagakerjaan tidak membicarakan perubahan tentang mekanisme penarikan jaminan hari tua (JHT) secara khusus dan komprehensif.

"Mestinya, rencana terkait penetapan kebijakan ini sudah disounding dulu ke DPR. Mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai keberlangsungan program JHT ke depan. Dengan begitu, kalau ditanya, kita bisa menjelaskan,” ucapnya.

Permenaker 2/2022 harus dipastikan tidak merugikan para pekerja, tapi sejauh ini banyak penolakan dari asosiasi dan serikat pekerja.

Tindakan ini didasari JHT diberikan kepada peserta atau penerima manfaat ketika sudah mencapai usia 56 tahun.

Sebelumnya, Permenaker Nomor 19/2015 menyebutkan peserta atau penerima manfaat dapat memperoleh JHT ketika peserta berhenti bekerja yang diakibatkan  pengunduran diri, pemutusan hubungan kerja (PHK), atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Saleh khawatir penolakan masyarakat terhadap Permenaker Nomor 2/2022 akan menyebabkan aturan ini tidak efektif.

"Saya dengar, alasan pemerintah adalah agar tidak terjadi double claim. Di satu pihak ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), di pihak lain ada JHT. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi JHT ke tujuan awalnya," tuturnya.

Keberadaan JKP merujuk UU Cipta Kerja yang dipertanyakan apa ini sudah bisa berlaku sekarang. 

“Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat? Kalau misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja?” ucapnya.

Kebijakan Permenaker Nomor 2/2022 juga kurang sosialisasi. Apabila Kemenaker telah mengedukasi masyarakat terkait JKP dan menjelaskan keunggulan JKP, maka masyarakat akan mendukung. (ant/moc)