Hari Buruh Jadi Momentum Tingkatkan Perlindungan Pekerja Kapal Perikanan

Ilustrasi: Pekerja kapal perikanan
Ilustrasi: Pekerja kapal perikanan

Gemapos.ID (Jakarta) - Hari Buruh pada hari ini (1/5/2022) perlu menjadi momentum untuk meningkatkan perlindungan terhadap pekerja kapal perikanan, yang kerap menjalani kondisi kerja tidak selaras dengan standar perlindungan HAM.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam keterangan di Jakarta, kemarin (30/4/2022).

"Peringatan Hari Buruh Internasional yang diperingati tanggal 1 Mei sebaiknya menjadi momentum bagi pemerintah, pelaku usaha dan serikat buruh perikanan untuk melakukan refleksi dan perbaikan atau perubahan tata kelola awak kapal perikanan Indonesia baik yang bekerja di dalam negeri maupun migran," katanya.

Ia menjelaskan, menurut statistik Organisasi Buruh Internasional atau ILO, setidaknya 24.000 orang meninggal dan 24 juta orang terluka setiap tahun di kapal penangkap ikan komersial.

Kemudian dalam konteks Indonesia, selain ancaman kesehatan dan keselamatan, pemenuhan aspek perlindungan ketenagakerjaan awak kapal perikanan secara holistik masih jauh dari memadai.

Menurutnya, walaupun sejumlah aturan perlindungan awak kapal perikanan telah dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi konsistensi dan pengawasan pelaksanaan aturan tersebut dinilai masih jauh dari harapan.

Selain itu, Abdi Suhufan mengatakan bahwa perbaikan tata kelola awak kapal perikanan perlu dilakukan pada empat titik rawan sekaligus.

"Perbaikan paling tidak dilakukan pada empat titik rawan dari rantai pekerjaan di kapal ikan yaitu rekrutmen dan penempatan, kondisi saat bekerja, sistem pengupahan, dan sertifikasi atau kompetensi," kata dia.

Adapun dalam konteks ABK migran Indonesia, industri perikanan tangkap global saat ini masih menghadapi tekanan dari dampak COVID-19. Hal ini menyebabkan masih banyak ABK Indonesia yang tertahan di luar negeri, bekerja tanpa kontrak dan upah serta menghadapi ancaman kekerasan.

Sementara untuk kondisi ABK domestik, walaupun pemerintah telah mengeluarkan ketentuan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 33/2021 tentang tata kelola Awak Kapal Perikanan, tapi terdapat sejumlah ketentuan yang tidak sinkron dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 36/2021 tentang Pengupahan.

Kemudian dalam ketentuan Permen KKP, aturan dan besaran upah Awak Kapal Perikanan dibayarkan dengan sistem gaji bulanan atau bagi hasil, Namun mekanisme bagi hasil seperti apa tidak detil diatur dan diserahkan sesuai kesepakatan pemberi kerja dan pekerja.

"Ini rawan dan merugikan awak kapal perikanan sebab relasi antara ABK dan pemilik kapal selalu dalam posisi yang tidak imbang,” kata Koordinator Nasional DFW Indonesia.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti tentang ketentuan upah bulanan yang minimal setara dengan Upah Minimum Provinsi namun banyak yang diberikan di bawah UMP, sedangkan pengawasan pemerintah terhadap sistem pengupahan bagi ABK sangat minim.

Karena itu, Koordinator Program DFW Indonesia, Imam Trihatmadja mendorong pemerintah untuk memperbaiki standar rerkrutmen awak kapal perikanan.(ant/pa)