Menjaga Tenang Jelang Putusan MK
Atmosfir menjelang putusan Mahkamah Konstitusi pada Senin 22 April 2024 mendatang memang agak sedikit naik turun. Berbagai fenomena politik menghiasi perjalan Hakim MK dalam menganalisis kesimpulan persidangan. Terlbih lagi banyak pihak kemudian berbondong-bondong mengajukan amicus curiae atau sahabat pengadilan. Bahkan menjadi rekor terbanyak sejak MK didirikan.
Selain peristiwa 'sahabat pengadilan' tradisi yang tak pernah hilang setiap pasca pemilu tetap berlangsung. Ya aksi damai dan aksi damai yang berjalan kurang damai. Sebuah warna-warni yang selalu menghiasi perjalanan demokrasi di Indonesia.
Sebagai sebuah negara kesatuan, esensi utama dalam berdemokrasi di Indonesia ialah adanya ketetapan hati untuk mempertahankan spirit persatuan bangsa. Tidak ada demokrasi tanpa tujuan dan niat untuk membuat bangsa ini lebih menggelorakan persatuan. Dan yang terpenting mampu menghadirkan yang sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Semangat semacam itu hendaknya harus selalu melekat pada setiap elemen bangsa, dengan tujuan tetap menjaga hawa kedewasaan dalam berdemokrasi. Setiap kita semestinya terus mengupayakan demokrasi yang mampu mendinginkan suasana, demokrasi yang jauh dari niat memanas-manasi, memprovokasi, serta memaksakan kehendak kelompok ataupun pribadi. Meski kita tahu, politik dalam demokrasi selalu membawa kepentingan. Maka persatuan, kesejahteraan rakyat dan kedewasaan hukum harus menjadi kepentingan utama.
Demokrasi yang berkeadaban, dimunculkan saat kita mampu menerima dan mematuhi apa pun keputusan MK. Pihak yang merasa kalah dalam gugatan hasil pilpres hendaknya tidak larut dalam kekecewaan, apalagi mengekspresikannya secara berlebihan dengan aksi-aksi yang anarkis.
Sebaliknya, pihak pemenang tak boleh jumawa berlebihan. Tetaplah menahan diri sehingga tidak menimbulkan gesekan antarpendukung di tengah masyarakat. Sikap semacam itulah yang menjadi pilihan untuk kembali membawa demokrasi ke tujuannya, yakni persatuan dalam kebhinekaan.