KMHDI Nilai MK Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Ketua Umum PP KMHDI, I Wayan Darmawan. (gemapos/dok.pribadi)
Ketua Umum PP KMHDI, I Wayan Darmawan. (gemapos/dok.pribadi)

Gemapos.ID (Jakarta) - Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menilai Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mendiskualifikasi atau menggugurkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Adapun permintaan tersebut tertuang dalam permohonan yang diajukan pasangan capres dan cawapres Anies Bawaswedan-Muhaimin Iskandar serta Pasangan Ganjar-Mahfud.

Ketua Umum PP KMHDI, I Wayan Darmawan menyebut, dalam sejarah demokrasi Indonesia, khususnya pada pemilihan presiden, tidak pernah ada calon yang didiskualifikasi kemudian dilaksanakan pemungutan suara ulang (PSU).

"Sejauh ini dalam konteks pemilihan presiden, kita tidak punya sejarah bahwa ada calon presiden yang didiskualifikasi pasca proses pemungutan suara," terangnya, dalam pesan singkatnya saat dihubungi gemapos.id, Minggu (21/4/2024). 

Untuk itu, menurutnya sangat sulit rasanya hakim menggugurkan pasangan Prabowo-Gibran sebagaimana permintaan dari kuasa hukum pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Anies-Imin dan Ganjar Mahfud.

Lebih jauh, Darmawan mengatakan bahwa Hakim MK terikat pada UUD 1945, UU 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait penanganan Pilpres. 

Dalam aturan tersebut dijelaskan kewenangan MK hanya sebatas terhadap hasil penghitungan suara sebagaimana Pasal 24C Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Kemudian juga, UU tentang Pemilu  yang menyatakan, dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden, paslon dapat mengajukan keberatan kepada MK dalam waktu paling lama tiga hari setelah penetapan hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Keberatan sebagaimana dimaksud hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada pemilu presiden dan wakil presiden.

Sementara itu, Darmawan mengatakan keseluruhan permohonan dari pasangan capres dan cawapres Anies-Muhaimin dan Ganjar Mahmud merupakan sengketa proses penyelenggaran Pemilu. 

"Sehingga memutuskan perkara di luar kewenangan MK akan menimbulkan kegaduhan bahwa MK adalah lembaga super power yang bisa memutuskan sebuah perkara diluar kewenangannya," terangnya.

Lebih jauh, Darmawan mengatakan dinamika politik yang tengah terjadi jelang pembacaan putusan, menurutnya berpotensi mengganggu indepedensi dan kemandirian Hakim MK yang tengah mengadakan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

Untuk itu, ia meminta agar para hakim harus tetap pada pendiriannya yang mengacu pada UUD 1945, UU 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait penanganan Pilpres. 

"Di tengah dinamika politik diluar sana, kami berharap hakim tidak terintervensi  dan mampu memegang pendirianya dan tetap berdiri dengan mengacu pada aturan yang berlaku," tegasnya. 

Lebih lanjut, Darmawan mengatakan fakta-fakta telah diungkap dalam persidangan. Sekarang giliran para hakim menilai fakta tersebut mengacu pada aturan, kemendirian dan hati nurani. Bukan malah terpengaruh oleh dinamika politik yang mulai agak memanas jelang pembacaan putusan. 

Ia pun meminta hakim mempertimbangkan betul implikasi putusan yang nanti dibacakan terhadap kesatuan dan perstuan bangsa. 

"Kami berharap putusan hakim tidak menimbulkan kegaduhan politik yang kemudian mencederai persatuan dan kesatuan Indonesia," terangnya.

Terakhir, Darmawan meminta kepada semua pihak untuk bisa menerima apapun hasil putusan MK. Menurutnya proses persidangan yang telah berlangsung sudah mengakomodir semua pihak. 

"Bahkan 4 menteri pun sudah dihadirkan untuk dimintai keterangan oleh para Hakim MK. Sehingga bisa dikatakan keputusan Hakim MK nantinya adalah keputusan objektif," terangnya. (rk)