Enggan Pindah ke IKN, DPR Paparkan Empat Alasan Jakarta Jadi Kota Legislatif

Anggota Badan Legislatif DPR RI, Hermanto saat interupsi dalam Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Jakarta, pada Kamis (28/3/2024). (gemapos/DPR RI)
Anggota Badan Legislatif DPR RI, Hermanto saat interupsi dalam Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Jakarta, pada Kamis (28/3/2024). (gemapos/DPR RI)

Gemapos.ID (Jakarta) - Anggota Badan Legislatif DPR RI, Hermanto mengungkapkan empat poin alasan di balik usul menjadikan Jakarta sebagai ibu kota Legislatif. Hal ini dikemukakan Hermanto saat interupsi dalam Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Jakarta, pada Kamis (28/3/2024).

“Kami mengusulkan supaya Jakarta ini diberi nama Ibu Kota Legislatif. Kenapa kami mengusulkan itu? Karena ada beberapa hal yang mendukung, yaitu yang pertama Jakarta adalah ibu kota yang memiliki historis yang sangat kuat. Yang kedua akses transportasi ke Jakarta ini sangat kaya dan sangat lengkap. Laut, udara, darat bisa dicapai ke Jakarta ini,” papar Politisi Fraksi PKS ini.

Selain aksesibilitas, poin mobilitas masyarakat juga menjadi pertimbangan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Hermanto, masyarakat bisa menyampaikan aspirasi mereka secara langsung ke Gedung DPR di Senayan, Jakarta. Poin terakhir adalah terkait dengan label kekhususan yang dimiliki oleh Daerah Khusus Jakarta.

“Kemudian yang keempat, Komplek Senayan atau Komplek DPR ini adalah lebih efisien, lebih efektif kalau kita melakukan proses pembuatan atau sebagai kota yang kita sebut sebagai Kota Legislatif yang memproduksi undang-undang, sehingga di sinilah kita ingin nanti bahwa DK (Daerah Khusus) itu masih tetap punya label, punya label yang khusus,” kata Hermanto yang juga anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta.

Usulan menjadikan Jakarta sebagai Kota Legislatif pertama kali muncul ke permukaan dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Jumat (15/3/2024) lalu. Usulan tersebut lantas memicu berbagai respon dari masyarakat.

Merujuk pada Laporan Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas pada agenda Pembicaraan Tingkat II/ Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Daerah Khusus Jakarta dalam Rapat Parip[urna tersebut, disampaikan bahwa dari sembilan fraksi yang ada di DPR RI terdapat delapan fraksi yang menerima dan menyetujui RUU DKJ untuk diteruskan ke tahap pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna untuk ditetapkan dan disetujui sebagai undang-undang. Sedangkan satu fraksi yaitu fraksi PKS menyatakan menolak.

Ketua DPR RI, Puan Maharani selaku pimpinan rapat mengatakan bahwa pandangan yang diberikan oleh legislator Fraksi PKS itu menjadi satu kesatuan dari pandangan fraksi mengingat hal tersebut juga sudah disampaikan pada Rapat Pleno di tingkat Badan legislasi.

“Kami bisa pahami apa yang menjadi pandangan tersebut dan ini sudah menjadi pembicaraan yang dibahas di Panja dan di Baleg, karenanya itu pun sudah menjadi satu masukan dan menjadi pandangan dari Fraksi PKS. Karena dari sembilan fraksi yang ada di DPR satu fraksi yaitu fraksi PKS sudah menyatakan menolak, jadi itu menjadi satu pandangan yang kami anggap menjadi kesatuan pandangan dari fraksi PKS,” kata Puan menanggapi interupsi yang disampaikan. 

Selain itu DPR meminta kesepakatan pemerintah untuk memasukkan ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) bahwa daerah ini akan dijadikan ibu kota khusus bidang legislasi. Namun, pemerintah menolak.

 

Usulan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi saat rapat kerja antara DPR dan Pemerintah tentang daftar invetarisasi masalah (DIM) RUU DKJ. Pembahasan DIM itu sendirinya sebetulnya sudah selesai dan tinggal dibawa ke Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin).

Namun, ketetapan untuk memulai rapat Timus dan Timsin itu terhenti karena DPR berikeras supaya usulan itu disepakati pemerintah. Sementara itu pemerintah juga enggan memberi kesepakatan karena menurut mereka seluruh lembaga negara harus ikut pindah ke ibu kota baru di wilayah Kalimantan Timur, yakni Ibu Kota Nusantara atau IKN.

 

 

 

"Sekalian dibikin kekhususan bisa enggak misalkan di DKJ termasuk juga kekhususan menjadi ibu kota legislasi, parlemen. Artinya aktivitas parlemen bisa di IKN tapi pusat kegiatannya di DKJ," ucap Baidowi di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (18/3/2024).