Sebut Prabowo Salah Sasaran, Hasto: Harusnya Minta Maaf Atas Pelanggaran HAM

Sekretaris Jendral (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. (gemapos/gesuri)
Sekretaris Jendral (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. (gemapos/gesuri)

Gemapos.ID (Jakarta) - Sekretaris Jendral (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyebut, permintaan maaf dari Calon Presiden (Capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto salah sasaran. 

Hasto menilai ada pihak yang lebih membutuhkan permintaan maaf dari Prabowo. Dan, itu bukan Ganjar-Mahfud ataupun Anies-Muhaimin. Hasto menyarankan untuk meminta maaf atas pelanggaran HAM.

“Sebenernya, permintaan maaf yang ditunggu adalah terhadap pelanggaran HAM,” ucap Hasto Kristiyanto saat menemui wartawan usai debat kelima di JCC, Jakarta, Minggu (4/2/2024).

Menurut Hasto, saling memaafkan dalam debat adalah hal yang biasa. Pasalnya, setiap pasangan calon (paslon) tidak bermaksud untuk saling menyerang atau menjatuhkan, tapi hanya ingin menyampaikan gagasan terbaik kepada rakyat.

Hasto kemudian kembali menegaskan terkait permintaan maaf yang ditunggu oleh rakyat adalah soal kasu HAM masalalu yang dianggap melekat dengan Prabowo.

“Ya (permintaan maaf ditunggu untuk) pembentukan Tim Mawar dan sebagainya. Itu yang ditunggu oleh rakyat. Karena masalah HAM itu tidak terhapuskan di dalam waktu. Sehingga, ini yang diharapkan, bukan di dalam debat,” jelas Hasto.

Ia berharap, Prabowo dapat segera menambah permintaan maafnya kepada masyarakat. Terutama, karena hal ini masih sering kali mengganjal langkahnya. Hasto kembali menekankan pentingnya seorang pemimpin punya rekam jejak dan moral serta etika yang baik. Hasto kemudian menyinggung soal aparatur negara yang kampanye dengan fasilitas negara.

"Dan juga, yang ditunggu adalah komitmen dari Pak Prabowo yang disorot ketika ada aparatur negara yang kemudian menggunakan fasilitas negara bahkan juga menggunakan politik intimidasi,” kata Hasto lagi.

Ia menegaskan, permintaan maaf terhadap hal-hal ini lebih penting daripada sekadar minta maaf kepada Ganjar dan Anies atas apa yang terjadi dalam arena debat. (ns)