Pakar Kesehatan Minta Pemerintah Petakan Level Polusi Jakarta di HUT ke-78 RI

Arsip foto - Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023). Berdasarkan data IQAir Jakarta pukul 16.29 WIB, Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 168 atau masuk kategori tidak sehat. (foto:gemapos/antara)
Arsip foto - Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023). Berdasarkan data IQAir Jakarta pukul 16.29 WIB, Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 168 atau masuk kategori tidak sehat. (foto:gemapos/antara)


Gemapos.ID (Jakarta) - Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama meminta pemerintah untuk membuat pemetaan level polusi udara di wilayah Jakarta sebagai bentuk kewaspadaan diri dalam rangka merayakan HUT ke-78 Kemerdekaan RI.

“Yang jelas tentu baik kalau secara berkala diumumkan ke publik secara luas, dan lebih baik lagi kalau di bagi-bagi bagaimana situasi polusi di lima wilayah Kota Jakarta, yang mungkin berbeda satu dengan lainnya,” kata Prof Tjandra di Jakarta, Kamis.

Tjandra menuturkan pemetaan tersebut amat berguna bagi pemerintah untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat soal seberapa buruk derajat atau level polusi udara di tiap wilayah Jakarta.

Pemerintah bisa membuat pemetaan dalam bentuk kriteria bertingkat, misalnya seperti waspada, hati-hati, mengancam atau bahaya. Opsi lain yang dapat digunakan adalah membuat kriteria berdasarkan skala derajat dalam bentuk angka dari 1 sampai 5.

Saran itu, ia berikan sebab polusi udara dapat berpotensi menyebabkan kematian. Hal ini sejalan dengan Badan Kesehatan Dunia ( World Health Organization/WHO) yang sebelumnya menyampaikan bahwa di tahun 2019, polusi udara berhubungan dengan 6,7 kematian di dunia.

Tjandra menjelaskan, dari 6,7 juta kematian itu, polusi udara di luar ruangan atau ambien diperkirakan menyebabkan 4,2 juta kematian pada tahun 2019. Sisanya, disebabkan oleh polusi udara yang ada dalam ruangan.

“Sementara itu, jurnal kesehatan terkemuka dunia Lancet menyampaikan, hasil analisa Lancet Commission on pollution and health yang antara lain menyebutkan di dunia, terjadi sekitar sembilan juta kematian setahunnya akibat polusi udara,” kata Tjandra.

Lebih lanjut, Tjandra menyarankan pemerintah untuk belajar dari pengalaman negara lain seperti India, yang berupaya menangani polusi udara New Dehli dengan menggunakan pendekatan Graded Response Action Plan (GRAP).

Pendekatan itu dijadikan tolak ukur oleh pemerintah India untuk memberikan penanganan secara bertingkat sesuai dengan derajat yang ada di waktu itu. Tjandra bercerita jika level polusi udara di New Dehli sudah menyentuh waspada, maka pemerintah tidak mengizinkan truk angkutan non-esensial masuk ke dalam kota.

Generator selain CNG seperti listrik diesel pribadi pun tidak boleh dioperasikan. Penanganan lainnya adalah memberhentikan sementara konstruksi gedung yang sedang dalam tahap pembangunan. Pemerintah daerah setempat kemudian akan melakukan penyemprotan kabut air di beberapa tempat.

“Kalau level bahaya maka sekolah diliburkan. Kantor esensial saja yang boleh masuk,” ujar Prof Tjandra. (ft)