Berikut Kata Ahli Pidana Terkait Restitusi Dikasus Penganiayaan David Ozora

Sidang mario dandi (ist)
Sidang mario dandi (ist)


Gemapos.ID (Jakarta) Ahli pidana dari Universitas Binus, Ahmad Sofian menyatakan uang ganti rugi korban atau restitusi semestinya tidak diganti dengan pidana kurungan, melainkan dengan perampasan aset terdakwa.

Hal itu disampaikan Sofian saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus Penganiayaan David Ozora dengan terdakwa Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (11/7).

Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan akibat yang harus ditanggung terdakwa ketika tidak membayar restitusi terhadap korban.

Sofian mengatakan pidana restitusi terhadap korban anak diatur dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2014, Undang-undang nomor 23 tahun 2002, dan Undang-undang nomor 17 tahun 2016.

Dalam hukum yang berlaku di Indonesia, kata dia, jika restitusi tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan. Namun, pada beberapa kasus seperti kasus pemerkosaan santriwati dengan terdakwa Herry Wirawan, jaksa menyatakan akan melakukan perampasan aset jika restitusi tersebut tidak dibayar oleh Herry.

Aset yang telah dirampas jaksa dari Herry itu kemudian dilelang dan hasil lelangnya dibayarkan kepada para korban sebagaimana putusan pengadilan.

Kendati demikian, Sofian menyebut tak ada dasar hukum khusus yang mengatur mengenai restitusi diganti dengan kurungan dan dengan melakukan perampasan aset jika tidak dibayarkan oleh terdakwa.

"Secara khusus tidak ada (dasar hukum). Jadi memang kalau filosofis restitusi itu sebenarnya kalau kita bicara dalam doktrin-doktrin hukum pidana memang harusnya bukan diganti dengan kurungan," kata Sofian.

Sofian menyebut dalam banyak putusan, jaksa mengganti restitusi tersebut dengan kurungan guna memudahkan eksekusi. Pasalnya, jika melakukan perampasan aset, jaksa akan melalui proses hukum yang panjang.

"Jadi restitusi itu adalah kerugian yang dialami korban, karena ada kerugian apakah kerugian di bidangnya mental, kesehatan, atau uang. Maka itu harus diganti uang. Bukan dalam bentuk kurungan, tetapi ada alasan untuk menyederhanakan, setelah enggak mampu bayar diganti dengan kurungan," jelas Sofian.

Alasan kedua yakni terdakwa tidak memiliki aset untuk dirampas guna membayar restitusi kepada korban, sehingga jaksa mengganti dengan pidana kurungan.

"Terdakwa tidak memiliki aset yang bisa dirampas, secara objektif tidak ada. Jadi kalau mau dipaksakan ya enggak bisa juga ganti kerugian akhirnya diganti dengan kurungan. Tetapi dalam beberapa kasus saya lihat jaksa kalau tidak dibayar restitusinya ya ada perampasan aset," ucapnya.

Sebelumnya, ayah Cristalino David Ozora, Jonathan Latumahina mengajukan permohonan restitusi atau ganti rugi korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebesar Rp52.313.450.000 (Rp52,3 miliar) kepada Mario Dandy, Shane Lukas Pangondian Lumbantoruan, dan anak perempuan berinisial AG (15).

Namun, LPSK menilai angka yang pas untuk mengganti kerugian yang dialami David sebesar Rp120.388.911.030 (Rp120,3 miliar).

Dalam kasus ini, Mario Dandy didakwa melakukan penganiayaan berat berencana bersama-sama dengan Shane Lukas dan anak perempuan berinisial AG (15).

Perbuatan penganiayaan terhadap David dilakukan pada 20 Februari 2023 sekitar pukul 19.00 WIB di Perumahan Green Permata, Jalan Swadarma Raya, Kelurahan Ulujami, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Perempuan AG telah divonis bersalah dengan hukuman 3,5 tahun penjara. Putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap. AG ditahan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Tangerang.(da)