Penyebab Angka Kemiskinan Akan Naik Bulan Depan

"Ketika terjadi goncangan baik yang bersifat langsung karena ada kebijakan di dalam negeri maupun tidak langsung bertransmisi lewat katakanlah harga minyak, mereka yang berada di sekitar garis kemiskinan akan rentan jatuh ke kemiskinan," kata Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef Abdul Manap Pulungan di Jakarta pada Selasa (7/3/2023).
"Ketika terjadi goncangan baik yang bersifat langsung karena ada kebijakan di dalam negeri maupun tidak langsung bertransmisi lewat katakanlah harga minyak, mereka yang berada di sekitar garis kemiskinan akan rentan jatuh ke kemiskinan," kata Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef Abdul Manap Pulungan di Jakarta pada Selasa (7/3/2023).

Gemapos.ID (Jakarta) - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan angka kemiskinan meningkat pada Maret 2023.

Kondisi ini dampak lanjutan dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Ketika terjadi goncangan baik yang bersifat langsung karena ada kebijakan di dalam negeri maupun tidak langsung bertransmisi lewat katakanlah harga minyak, mereka yang berada di sekitar garis kemiskinan akan rentan jatuh ke kemiskinan," kata Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef Abdul Manap Pulungan di Jakarta pada Selasa (7/3/2023).

Persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57%.

Angka ini meningkat 0,03% terhadap Maret 2022. Jadi, kenaikan harga BBM tetap dirasakan mulai Oktober hingga Januari 2023 maka efeknya akan terjadi pada Maret 2023, sehingga diperkirakan angka kemiskinan semakin meningkat.

Persoalan kenaikan harga beras hingga kelangkaan MinyaKita menjadi tanda tekanan pada masyarakat miskin. 

Sementara itu kenaikan cukai akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga miskin untuk rokok.

Jika melihat data dari 2007 ke 2022, maka jumlah penduduk miskin di Indonesia cenderung menurun.

Namun, peningkatan ini ketika terjadi gejolak ekonomi global terutama pada kenaikan harga BBM berpengaruh karena tidak diantisipasi dengan baik.

Angka anggaran perlindungan sosial dari 2013 hingga 2022 meningkat tinggi terutama pada 2020 naik hingga 61%

Program-program untuk perlindungan sosial hanya untuk menahan rumah tangga tidak jatuh ke angka kemiskinan.

Pasalnya, rumah tangga atau penduduk yang berada di sekitar garis kemiskinan masih sangat tinggi yakni sekitar 150 juta jiwa.

Jika terjadi goncangan seperti kenaikan harga BBM, maka penduduk tersebut rentan jatuh ke kemiskinan.

"Memang program-program yang dikeluarkan pemerintah lebih pada bagaimana program kemiskinan itu merawat agar tidak ada penambahan orang miskin, belum pada bagaimana mengeluarkan orang-orang miskin dari garis kemiskinan tadi," ujarnya.

Abdul Manap Pulungan mengemukakan perlu ada program-program baru untuk mencegah bertambahnya penduduk miskin dan mengeluarkan orang dari garis kemiskinan, terutama terkait pemberdayaan.

"Masyarakat yang berada di sekitar garis kemiskinan ini akan juga jatuh ke garis kemiskinan kalau memang tidak ada langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menjaga mereka lewat pemberdayaan-pemberdayaan agar bisa keluar dari garis kemiskinan," tuturnya.

Secara keseluruhan upaya untuk mengeluarkan penduduk dari garis kemiskinan sangat multisektoral atau mencakup berbagai pemangku kepentingan termasuk pemerintah daerah.

Selama ini pemerintah daerah (pemda) fokus kepada kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran saja.

Padahal, determinan utama dari tiga indikator itu justru adalah inflasi. Jika inflasi tidak terjaga, maka angka kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan juga naik.

Pemda perlu membuka lapangan-lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. 

Untuk itu, perbaikan investasi perlu dilakukan agar banyak variasi lapangan kerja di daerah.

"Ketika investasi masuk maka akan membuka lapangan usaha baru bagi tenaga kerja yang ada di sana," ucapnya.