Cak Imin: DPR Komitmen Sempurnakan UU Pemilu

Anies dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat tiba di KPU, Rabu (24/4/2024). (gemapos/Viva)
Anies dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat tiba di KPU, Rabu (24/4/2024). (gemapos/Viva)

Gemapos.ID (Jakarta) - Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa lembaganya akan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (UU Pemilu).

"Pasti. Setiap lima tahun kami pasti menyempurnakan seluruh kelemahan-kelemahan dari undang-undang pemilu kita," kata Muhaimin di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta, Rabu (24/4/2024).

Sementara itu, legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut mengatakan bahwa partainya masih menginginkan penggunaan hak angket.

"Sebetulnya PKB masih ingin ada angket. Tujuannya adalah membaca secara detail titik lemah dari keterpurukan demokrasi kita," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo dalam sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024, Senin (22/4) menekankan perlunya revisi UU Pemilu.

"Dalam rangka penataan ke depan, kesadaran pemahaman tentang penataan demokrasi in casu penyelenggaraan pemilu perlu senantiasa mempertimbangkan tidak hanya aspek regulasi, tetapi juga aspek etik," kata Suhartoyo.

Ia mengatakan, "para pemegang jabatan publik dengan demikian diharapkan dapat membentuk sistem yang kuat untuk mengantisipasi ketidaknetralan aparatur negara dalam penyelenggaraan pemilu sekaligus memastikan proses pemilu yang langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil."

Pada Senin (22/4), MK memutus dua perkara sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Sidang pembacaan putusan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.

Dalam amar putusan, MK menolak seluruh permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Md. Menurut MK, permohonan kedua kubu tersebut tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Atas putusan itu, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga Hakim Konstitusi, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Pada intinya, ketiga Hakim Konstitusi tersebut menyatakan seharusnya MK memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah. (ns)