Mengungkap Makna Filosofi Ketupat Lebaran

Ilustrasi- Ketupat Lebaran (foto: gemapos/istock)
Ilustrasi- Ketupat Lebaran (foto: gemapos/istock)

Gemapos.ID (Jakarta)- Lebaran Idul Fitri, adalah momen suci bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selain menjadi waktu untuk merayakan kemenangan setelah menjalani bulan Ramadan yang penuh kesabaran dan pengorbanan, Lebaran juga menjadi ajang untuk berkumpul dengan keluarga dan bersilaturahmi. Dalam merayakan Lebaran, ada banyak tradisi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan ini, salah satunya adalah ketupat.

Ketupat, makanan khas Lebaran yang terbuat dari bahan dasar beras yang dibungkus dalam anyaman daun kelapa, memiliki makna filosofis yang mendalam. Sunan Kalijaga membuat ketupat sebagai bagian metode penyebaran agama Islam di masyarakat Jawa. Saat itu mayoritas penduduk di Jawa mayoritas Kejawen dan menganut agama Hindu Buddha.

Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya dan filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai keislaman, sehingga ada akulturasi budaya antara keduanya. Setelah Islam mulai diterima secara luas, ketupat melekat menjadi hidangan yang khas pada perayaan Islam, seperti Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha.

Sembagai informasi, dalam bahasa Jawa dan Sunda, ketupat disebut "Kupat" akronim dari "ngaku lepat" yang bermakna "mengakui kesalahan". Adapun Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbud menjelaskan, kupat juga diartikan sebagai "laku papat" atau empat laku yang tercermin dari empat sisi ketupat, yaitu:

  1. Lebaran, dari kata dasar 'lebar' artinya pintu ampun dibuka untuk orang lain
  2. Luberan, dari kata dasar 'luber' artinya melimpah dan memberi sedekah pada orang yang membutuhkan
  3. Leburan, dari kata dasar 'lebur' artinya bermakna melebur dosa yang dilalui selama satu tahun
  4. Laburan, merupakan kata lain 'kapur' bermakna menyucikan diri atau putih kembali seperti bayi.

Jika dilihat dari komponen-komponen yang ada dalam ketupat maka dapat di filosofikan sebagai berikut:

  • Janur atau Daun Kelapa Muda
    Daun kelapa muda dalam bahasa Jawa disebut sebagai janur yang merupakan akronim dari "Jannah Nur", "Cahaya Surga" atau "Jataning Nur" yang dalam bahasa Jawa berarti "Hati Nurani" kembali ke fitrah atau suci dengan cara saling memaafkan. Ketupat yang dianyam menggambarkan keragaman masyarakat Jawa yang harus dilekatkan dengan tali silaturahim. Sementara beras dimaknai sebagai nafsu duniawi.
  • Bentuk Ketupat
    Bentuk segi empat ketupat yang begitu khas menggambarkan prinsip "kiblat papat, limo pancer (empat arah, satu pusat)" yang bermakna "ke mana pun manusia melangkah, pasti akan kembali pada Allah".
  • Empat sisi ketupat
    Ini melambangkan empat macam nafsu dasar manusia, yaitu amarah (emosi), lawamah (lapar dan haus), sufiah (nafsu untuk memiliki sesuatu yang bagus atau indah), dan muthmainah (memaksa diri). Keempat nafsu dasar ini dikendalikan saat puasa.

Secara keseluruhan, makna ketupat adalah nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani. Dengan demikian, ketupat bukan sekadar makanan lezat yang disajikan saat Lebaran, tetapi juga sebuah simbol yang mengandung makna filosofis yang dalam.(pa)