MK Tolak Permohonan Pemisahan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan

Pemohon Sagap Tua Ritonga dan Kuasa Hukumnya Jonathan Waeo Salisi saat mengikuti sidang pengucapan putusan uji Undang-Undang tentang Pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementrian Keuangan, Rabu (31/01) di Ruang Sidang MK. (gemapos/Mahkamah Konstitusi)
Pemohon Sagap Tua Ritonga dan Kuasa Hukumnya Jonathan Waeo Salisi saat mengikuti sidang pengucapan putusan uji Undang-Undang tentang Pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementrian Keuangan, Rabu (31/01) di Ruang Sidang MK. (gemapos/Mahkamah Konstitusi)

Gemapos.ID (Jakarta) - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh Sangap Tua Ritonga, seorang konsultan pajak. Sidang Pengucapan Putusan Nomor 155/PUU-XXI/2023 ini digelar di MK pada Rabu (31/01/2024).

 

Sangap Tua Ritonga (Pemohon) menguji Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) dan norma Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU KN).

Menurut Pemohon, penempatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai subordinasi atau di bawah Kementerian Keuangan sebagaimana dimuat dalam norma Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 15 UU Kementerian Negara dan norma Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU KN, bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, menurut Pemohon, perlu dibentuk lembaga khusus setingkat kementerian yang memiliki otoritas memungut pajak/pendapatan negara terpisah dari Kementerian Keuangan.

Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan hal tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang sebagaimana dimuat dalam ketentuan Pasal 17 ayat (4) dan Pasal 23A UUD 1945. Hal dimaksud sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada maupun sesuai dengan perkembangan ruang lingkup urusan pemerintahan, atau dapat pula melalui upaya legislative review. Terlebih, terkait dengan pembentukan kementerian negara serta ketentuan mengenai pajak yang diatur dalam undangundang, justru menggambarkan telah berjalannya mekanisme checks and balances terhadap kekuasaan negara, in casu Presiden secara kelembagaan oleh DPR.

Bagi Mahkamah, sepanjang norma tersebut tidak bertentangan secara nyata dengan UUD 1945, tidak melampaui kewenangan pembentuk undang-undang, serta tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, dan apalagi merupakan mandat dari rumusan norma pasal UUD 1945 maka, tidak ada alasan bagi Mahkamah untuk membatalkan atau memaknai norma Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 15 UU 39/2008 dan norma Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU 17/2003 sebagaimana petitum Pemohon.

“Dengan demikian, dalil Pemohon berkenaan dengan penempatan DJP sebagai subordinasi atau di bawah Kementerian Keuangan sebagaimana dimuat dalam norma Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 15 UU 39/2008 dan norma Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a UU 17/2003 bertentangan dengan UUD 1945, sehingga adanya kepentingan untuk membentuk lembaga khusus setingkat kementerian yang memiliki otoritas memungut pajak/pendapatan negara terpisah dari Kementerian Keuangan adalah tidak beralasan menurut hukum,” kata Daniel. (ns)