Catatan Akhir Tahun, KMHDI Soroti Tiga Masalah Ini

Ketua Umum PP KMHDI I Wayan Darmawan. (foto:gemapos)
Ketua Umum PP KMHDI I Wayan Darmawan. (foto:gemapos)

Gemapos.ID (Jakarta) - Mengakhiri tahun 2023, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) mengeluarkan kajian dalam bentuk 'Catatan Akhir Tahun 2023 KMHDI'. Dalam Kajian ini KMHDI menyoroti soal pelemahan demokrasi, krisis iklim, sampai rendahnya akses pendidikan.

Ketua Umum PP KMHDI I Wayan Darmawan mengatakan sepanjang  2023 kondisi  Indonesia  tidaklah  baik-baik  saja.  Sejumlah  peristiwa  yang  muncul memperlihatkan  Indonesia  tengah  menghadapi  sejumlah  persoalan  mendasar yang  jika  tidak  segera diselesaikan  akan  membawa  dampak  buruk  bagi  perkembangan  bangsa  dan  negara.  

Dalam sektor demokrasi, Darmawan mengatakan KMHDI menyoroti terjadinya regresi demokrasi yang ditandai dengan upaya pelemahan institusi-institusi demokrasi seperti mahkamah konstitusi, KPK, dan media. Disamping itu ia juga menyoroti fenomena menyeruaknya dinasti politik.

"Seperti  kita ketahui  bersama,  Pemilu  2024  dimulai  dengan  proses  intervensi  lembaga  kehakiman  yang  membuat  anak pertama  Presiden  Joko  Widodo, Gibran  Rakabuming  Raka  mendapati  karpet  merah  untuk  lolos  sebagai calon  wakil  presiden," terangnya.

Seiring dengan pelemahan demokrasi, Darmawan juga menyoroti penegakan hukum Indonesia yang cenderung mengalami stagnasi. Ia mengatakan munculnya gerakan di media sosial seperti #noviralnojustice dan #percumalaporpolisi adalah bentuk lemahnya sistem penegakan hukum Indonesia.

"Terlebih citra penegakan hukum kita dicoreng dengan kasus pemerasan Ketua KPK, kasus SYL, Hakim Agung Gazalba Saleh, dan Johny G Plate," terangnya.

Sementara itu, dalam  sektor lingkungan Darmawan mengatakan kegagalan  negara  dalam  mencegah  kebakaran  hutan  dan  lahan  sepanjang  tahun  2023,  telah menyebabkan  ratusan  hektar  hutan  dan  lahan  terbakar  sehingga  menyebabkan  ratusan  ribu  masyarakat rentan  terkena  gangguan  pernapasan.

"Bahkan sebagian  dari  mereka  juga harus  tersingkir  dari  ruang  hidupnya.  Tidak hanya  itu,  kebakaran  hutan  dan  lahan  yang  terjadi  di  Indonesia  juga berkontribusi bagi krisis iklim yang  tengah  melanda  dunia," terangnya.

Darmawan menjelaskan krisis iklim telah  menyebabkan bencana  seperti  banjir,  tanah lonsor, kekeringan, kelangkaan air,  naiknya permukaan  air  laut,  pencairan  es  kutub, dan badai dashyat  serta  penurunan keanekaragaman terjadi hayati.  

"Bencana  ini  telah  menimbulkan  krisis  multidimensional  seperti  contoh  kekeringan  dan  kelangkaan  air bersih  akan  turut  menghasilkan  krisis  pangan  yang  ditandai  dengan  terbatasnya  pasokan  pangan  di  pasar lantaran gagal  panen," terangnya.

Sementara itu,  dalam sektor pendidikan tambah Darmawan, alokasi  20  persen  anggaran  pendidikan belum berkorelasi langsung  terhadap  peningkatan  kualitas sumber setiap  tahunya  masih daya  manusia  Indonesia.  

Mengutip Survei berkala yang  dilakukan  Program  For  Internasional  Student  Assesment  (PISA)  yang  dirilis  OECD  terus  menunjukan posisi  memprihatinkan  Indonesia  di  lapangan  Pendidikan.  

Disamping  itu,  mahalnya  biaya  pendidikan  tinggi  juga  menjadi  problem yang  belum  terselesaikan.  Hal  ini  membuat  pendidikan  tinggi  sangat sulit  diakses  oleh  masyarakat. Pendidikan  bukan  lagi  untuk  kepentingan  public  namun  untuk  kepentingan  orang  yang  hanya  bisa mengakses. 

Darmawan menjelaskan kendatipun  masih  terdapat  sejumlah  persoalan  yang  dialami,  terdapat harapan  bahwa  pada  tahun  depan  persoalan-persoalan  tersebut  dapat  segera  diseesaikan.  Terlebih  pada tahun  depan  akan  terjadi  pergantian  kepemimpinan  nasional  dan  daerah. 

"Kita berharap dengan terpilihnya pemimpin baru, persoalan-persoalan mendasar tersebut dapat segera diselesaikan," terangnya. (rk/*)