RUU Perubahan Kedua UU ITE, Budi Arie: 14 Pasal Berubah, 5 Tambahan

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi bersama DPR saat mebahas RUU perubahan UU ITE. (gemapos/Kominfo)
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi bersama DPR saat mebahas RUU perubahan UU ITE. (gemapos/Kominfo)

Gemapos.ID (Jakarta) - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU Perubahan kedua UU ITE).  

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menjelaskan RUU Perubahan Kedua UU ITE akan menjadi landasan hukum yang lebih komprehensif. Menurutnya terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang tindakan kriminal, pengakuan atas kontrak elektronik, dan pelindungan anak di dunia digital.

“Rapat Panja serta Rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) telah menyelesaikan pembahasan dan menyepakati perubahan 14 pasal eksisting dan penambahan 5 pasal. Beberapa poin pokok yang dihasilkan yaitu perubahan norma meliputi alat bukti elektronik, sertifikasi elektronik, transaksi elektronik, segel elektronik dan autentikasi situs web serta identitas digital,” jelasnya dalam Rapat Kerja Pembicaraan Tingkat I untuk Pengambilan Keputusan terhadap RUU Perubahan kedua UU ITE di Gedung Nusantara II, Jakarta Selatan, Rabu (22/11/2023).

Menkominfo juga menjelaskan salah satu perubahan RUU Perubahan Kedua UU ITE ini sebagai upaya untuk memastikan harmonisasi antara ketentuan pidana/sanksi di dalam UU ITE dengan KUHP nasional yang baru disahkan tahun ini.

”Pengaturan dalam RUU Perubahan Kedua UU ITE ini juga merupakan kemajuan signifikan dalam hal tata kelola penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik, harmonisasi ketentuan pidana/sanksi dengan KUHP Nasional, dan berbagai isu strategis lainnya dalam upaya peningkatan pengakuan serta penghormatan atas hak para pengguna Sistem Elektronik, dan dalam mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi”  tuturnya.

Menteri Budi Arie menyatakan UU ITE telah mengalami perubahan dengan penetapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Dinamika dunia digital, mendorong Pemerintah dan DPR RI melakukan penyesuaian sesuai dengan tuntutan masyarakat.   

“Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, menunjukkan dinamika dari masyarakat yang menginginkan penyempurnaan terhadap pasal-pasal UU ITE, khususnya terkait ketentuan pidana konten illegal,” ungkapnya.  

Secara khusus, Menkominfo menyebutkan RUU Perubahan kedua UU ITE diperlukan untuk memperkuat jaminan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Selain itu untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis agar terwujud keadilan, ketertiban umum, dan kepastian hukum.  

“Banyak pihak yang menganggap norma-norma UU ITE multitafsir, karet, memberangus kemerdekaan pers, hingga mengancam kebebasan berpendapat. Hal ini menunjukkan bahwa hukum perlu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum baik secara nasional maupun global,” tandasnya.  

Menteri Budi Arie Setiadi menyatakan Pemerintah terus berupaya memperbaiki permasalahan yang membuat penerapan UU ITE dinilai multitafsir oleh banyak pihak.  

Dalam rapat kerja Menkominfo Budi Arie Setiadi didampingi Wamenkominfo Nezar Patria, Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Mira Tayyiba, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan, serta Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Usman Kansong. (ns)