Ini Pandangan Apindo Terkait Tindak Pidana Korupsi Masuk Hukum Pidana

“Pidana itu sebetulnya subjeknya adalah pelaku/individu. Tidak tepat kalau dipasalkan ada tindak pidana korporasi yang sebetulnya yang melakukan kesalahan hanyalah beberapa orang di dalam korporasi itu, tapi bisa mengakibatkan seluruh perusahaan dibekukan atau dicabut izinnya,” kata Ketua Apindo Hariyadi Budi Santoso Sukamdani di Jakarta pada Kamis (20/10/2022).
“Pidana itu sebetulnya subjeknya adalah pelaku/individu. Tidak tepat kalau dipasalkan ada tindak pidana korporasi yang sebetulnya yang melakukan kesalahan hanyalah beberapa orang di dalam korporasi itu, tapi bisa mengakibatkan seluruh perusahaan dibekukan atau dicabut izinnya,” kata Ketua Apindo Hariyadi Budi Santoso Sukamdani di Jakarta pada Kamis (20/10/2022).

Gemapos.ID (Jakarta) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai klausul tindak pidana korporasi yang masuk ranah hukum pidana tidak tepat karena seharusnya masuk ke dalam ranah perdata.

“Pidana itu sebetulnya subjeknya adalah pelaku/individu. Tidak tepat kalau dipasalkan ada tindak pidana korporasi yang sebetulnya yang melakukan kesalahan hanyalah beberapa orang di dalam korporasi itu, tapi bisa mengakibatkan seluruh perusahaan dibekukan atau dicabut izinnya,” kata Ketua Apindo Hariyadi Budi Santoso Sukamdani di Jakarta pada Kamis (20/10/2022). 

Saat ini Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKHUP) memasukkan tindak pidana korporasi sebagai aturan baru. Artinya, korporasi dianggap sebagai subjek hukum yang dapat dipidana.

Pidana pokoknya berupa denda dan pidana tambahannya dapat berupa pemberhentian operasi perusahaan, penutupan tempat usaha, hingga pencabutan izin.

Pemidanaan korporasi akan berdampak sangat luas lantaram menganggap seluruh orang yang di dalam korporasi bermasalah harus turut menanggung masalah korporasi. 

Padahal, keputusan terkait tindakan korporasi belum tentu diketahui sebagian besar karyawan dan pihak-pihak lain yang bekerja sama dalam korporasi.

Keberadaan pidana pokok dan tambahan turut dinilai dapat melemahkan perusahaan yang dalam level tertentu belum bisa bertahan. Pasalnya. keuangan korporasi tersebut tergerus untuk membayar denda sehingga tak memiliki pemasukan.

Apalagi, jika perusahaan sampai dibekukan izinnya, maka akan berdampak langsung kepada nasib karyawan disebabkan kehilangan sumber nafkah dan mata pencaharian.

Selain itu berdampak terhadap karyawan, pemberhentian izin operasi korporasi berefek pula kepada masyarakat umum. Padahal, jika perusahaan itu bagus, tetapi hanya oknum tertentu yang bermasalah, maka yang dipidana adalah oknum tersebut.

Jadi, perusahaan itu masih bisa diselamatkan dan memberikan manfaat positif bagi masyarakat.

“Bagaimana dengan BUMN? BUMN ini melakukan jelas-jelas tindak pidana korporasi seperti yang terjadi di Jiwasraya atau Asabri. Kalau kejadiannya BUMN gimana? Emangnya terus dibubarin? Kan enggak,” ucap Hariyadi.

Korporasi sebagai subjek nonpemerintah jangan dijadikan sebagai target untuk dipidanakan karena akan menimbulkan masalah baru. (ant/mau)