Misi Damai Gagal Mendamaikan

ilustrasi
ilustrasi

Berbagai negara menyoroti keberanian Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mendatangin dua negara yang saat ini sedang berperang, Ukraina dan Rusia dengan membawa misi damai. 

Jokowi oleh dunia dinilai berani. Mengingat bahkan negara adidaya seperti Amerika dan sekawan tidak mampu melakukan banyak hal untuk kedua negara yang berperang sejak 24 Februari lalu itu hingga har ini.

Bahkan baru-baru ini Aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) bereaksi keras dengan mengumumkan konsep strategis baru, respon atas perang itu. NATO menjadikan Moskow sebagai ‘ancaman paling signifikan’ dan langsung terhadap keamanan dan stabilitas sekutu.

Konsep strategis itu menjadi respon organisasi pertahanan dan keamanan Kawasan atlantik utara itu atas perang berkelanjutan Rusia-Ukraina. Konsep itu muncul setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) NATO di Madrid, Spayol, Jumat (30/6/2022).

Seperti dikutip Kompas.tv, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Grushko menyebutkan dalam forum lembaga wadah pemikir Klub Diskusi Valdai, Jumat (1/7/2022), NATO telah mendeklarasikan melawan dan menangkal Rusia dari di ‘semua lini.’  

“Rusia sendiri telah diakui sebagai suatu ancaman bagi aliansi (NATO). Ini adalah perubahan peristiwa yang paling serius, suatu pernyataan sebenarnya atas niat untuk menolak kami, untuk menangkis Rusia di segala lini, segala area.”

Artinya, peristiwa itu bertepatan dengan perjalanan Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Kremlin untuk membicarakan misi perdamaiannya. Dan pernyataan Grushko dilontarkan satu hari setelah kepulangan Jokowi.

Disisni bisa terlihat, kedatangan Jokowi ke Ukraina dan Rusia tidak memberikan efek siginfikan bagi kedua negara. Sepulangnya Jokowi kondisinya justru semakin memanas dengan keterlibatan organisasi yang digawangai Inggris dan Perancis itu.

Gagal Mendamaikan

Dalam konferensi pers Presiden Jokowi dan Presiden Putin usai pertemuan mereka di Kremlin, pernyataan Jokowi tidak mengungkap pembicaraannya terkait penghentian perang atau upaya damai yang akan dilakoni Ukaraina dan Rusia usai kunjungannya.

Dengan misi damai Jokowi, sebenarnya semua negara sangat menunggu-nunggu pernyataan Putin yang mau menghentikan invasinya ke Ukraina usai bertemu Jokowi. Tapi ternyata tidak ada.

Justru, Rusia makin gencar memberikan serangan. Rusia kembali melancarkan serangan ke Kota Lysychansk di Ukraina Timur dengan mengerahkan senjata kaliber besar.

Apalagi, ketegangan makin meningkat saat NATO mengundang Swedia dan Finlandia bergabung dalam organisasi. Putin merespon dan balik mengancam untuk kedua negara itu.

"Mereka harus memahami bahwa tidak ada ancaman sebelumnya, sementara sekarang, jika kontingen militer dan infrastruktur dikerahkan di sana, kita harus merespons dengan baik dan menciptakan ancaman yang sama untuk wilayah dari mana ancaman terhadap kita diciptakan," kata Putin seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (4/7/2022).

Meski Jokowi sudah menawarkan diri menjadi jembatan untuk perdamaian kedua negara, serta memberikan motifasi untuk menempuh jalur diplomasi dan perundingan damai, tapi itu sepertinya hanya dianggap ‘pepesan’ belaka bagi Putin.

Jokowi diterima dengan hormat bukan berkara misi nya, tetapi ada historis antara pendahulu kedua negara. Presiden pertama Indonesia, Soekarno berteman baik dengan Pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev.

Tak hanya secara pribadi, kedekatan kedua pemimpin juga membawa hubungan mesra bagi Jakarta dan Moskow. Soekarno-Khrushchev sangat mesra kala itu karena keduanya secara konsinsten menentang kolonialisme dan imperialisme. Bahkan PBB dibuat ketar-ketir waktu itu.

Dari hubungan itu, akhirnya Khrushchev banyak membantu Indonesia. Dari bidang Militer hingga pembangunan. Khrushchev juga menghadiahi Soekarno pesawat kepresiden pertama yang dikenal sebagai Dolok Martimbang.

Ya, sejarah inilah yang juga diingatkan oleh Putin usai pertemuan mereka. Juga menjadi alasan mengapa, sambutan hangat Putin kala Jokowi mengunjungi Kremlin waktu lalu. 

“Izinkan saya menekankan bahwa Indonesia adalah salah satu mitra utama kami di Asia Pasifik. Hubungan Rusia-Indonesia bersifat konstruktif dan saling menguntungkan dan berkembang dengan baik, berdasarkan tradisi persahabatan dan saling membantu yang telah berlangsung lama,” kata Putin saeperti dikutip dari niaga.asia.

Jadi wajar, Jokowi gagal menjadi juru damai, mengingat Jokowi atau Indonesia memang tidak memiliki posisi yang bisa menekan negara adidaya itu. Apalagi hubungan persahabatan dnegan Putin. Justru aneh kalau akhirnya Rusia nurut dengan Jokowi dan menghentikan perang.

Kekuatan Jokowi dalam mendatangai Ukraina dan Rusia juga ternilai nekat kalau ngomong terkait misi perdamaian. Tapi kalau bicara soal menyelamatkan rantai impor pangan Indonesia dari Rusia, itu masih rasional.

Diplomasi Titipan? 

Hasil pembicaraan Jokowi dan Putin memang tidak berpengaruh pada kondisi perang Ukraina-Rusia sebagaimana misi Jokowi mendatangi kedua negara tersebut. Tapi ada hal lain yang juga tidak kalah penting bisa tercapai.

Selama perang berlangsung, jalur perdagangan pangan Ukraina kepada pasar global terhenti. Begitu pula dengan Rusia, pasokan ekspornya juga di boikot oleh negara-negara Eropa dan Amerika. 

Mengingat kedua negara itu sebagai pemasok pasar pangan yang berpengaruh dunia, kondisi perang berdampak besar bagi ekonomi berbagai negara, terutama negara-negara berkembang yang bergantung pada pasokan pangan dari kedua negara itu. 

Dikutip dari DW, sebuah laporan yang diterbitkan oleh World Food Program pada bulan Juni mengatakan bahwa sekitar 345 juta orang di 82 negara menghadapi kerawanan pangan akut karena melonjaknya harga pangan, bahan bakar, dan pupuk.

Dengan demikian, selain membicarakan penghentian perang, Jokowi juga menyampaikan hal pembukaan rantai pasok pangan, pupuk dan energi dari Rusia dan Ukraina. Untungnya hal ini di sanggupi oleh Putin.

Namun, ada hal menarik ketika sebelum perjalanan Jokowi menemui Zelensky dan Putin. Meski memang betul lawatan itu sebagai amanat konstitusi ‘turut melaksanakan ketertiban dunia’, namun hal itu tak lepas dari terkait isu ‘titipan’.

Berbagai pengamat menilai, Jokowi selain membawa kepentingan kemanusiaan juga menjadi penyambung bagi Amerika cs yang sudah kebingungan menghadapi dampak akibat mandeg-nya rantai pasokan pangan, pupuk dan energi dari Rusia dan Ukraina untuk dunia.

Hal itu tersirat dalam dua pertemuan terakhir antara Jokowi dan Joe Biden dan pemimpinnegara maju lainnya. Yaitu, saat Jokowi mengunjungi Amerika pada Perhelatan KTT Khusus ASEAN-AS pertengahan Mei lalu, serta pada pertemuan KTT G7 di Jerman akhir Juni ini.

Keberanian Jokowi untuk datang langsung ke daerah perang dielu-elukan oleh beberapa penduduk dunia sebagai pahlawan yang memperjuangan perdamaian atas nama kemanusiaan untuk menghentikan perang.

Tapi di sisi lain, mungkin ada misi tersembunyi yang di “titipkan” juga oleh negara-negara kontra Rusia tapi masih membutuhkan dan bergantung rantai pasokan dari negara itu. Baik secara langsung maupun tidak langsung.

Apapun misi dan posisi Jokowi, dia telah menunjukkan eksistensi Indonesia di mata dunia. Terlepas juga dari apapun hasilnya, dia telah menjalankan jargonnya. Kerja, kerja, kerja!