Refleksi Akhir Tahun, KMHDI dan PERADAH Jakarta Soroti RUU DKJ

Ketua DPP Peradah Indonesia DKI Jakarta, Bryan Pasek Mahararta (kiri) dan Ketua PD KMHDI DKI Jakarta, I Nyoman Sugidana (kanan) dalam diskusi Peluang dan Harapan RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Jakarta, Jumat (29/12/2023). (foto:gemapos)
Ketua DPP Peradah Indonesia DKI Jakarta, Bryan Pasek Mahararta (kiri) dan Ketua PD KMHDI DKI Jakarta, I Nyoman Sugidana (kanan) dalam diskusi Peluang dan Harapan RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Jakarta, Jumat (29/12/2023). (foto:gemapos)

Gemapos.ID (Jakarta) - Pimpinan Daerah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) DKI Jakarta bersama Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah) DKI Jakarta menggelar diskusi refleksi akhir tahun sebagai evaluasi serta perkembangan situasi politik nasional di Gedung Dharma Sevanam, Pura Aditya Jaya Rawamangun Jakarta Timur (29/12/2023).

Diskusi ini menjadi ajang forum silaturahmi pemuda dan mahasiswa Hindu DKI Jakarta sekaligus ruang bertukar gagasan lintas generasi. Mengambil tema "Peluang dan Harapan RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ)" secara spesifik menjadi dasar untuk turut andil mencermati proyeksi Jakarta yang akan beralih fungsi Ibu Kota Negara menjadi daerah khusus.

Mengawali tema diskusi, RUU DKJ ini mencuat saat proses pembahasan dianggap sebagai proses kemunduran demokrasi. Ketua DPP Peradah Indonesia DKI Jakarta, Bryan Pasek Mahararta menganggap ada beberapa poin yang memang menjadi perhatian khusus bagi warga DKI Jakarta.

"Memang perpindahan Ibukota Negara dari Jakarta ke IKN Nusantara Kalimantan menjadi keniscayaan salah satunya untuk pemerataan pembangunan. Selain itu, padatnya Jakarta saat ini sebagai episentrum bisnis juga harus dipisahkan antara pusat ekonomi dengan pemerintahan. Dan itu patut kita dukung. Namun, terkait proses demokrasi ini jadi catatan kami," ujar pria yang akrab disapa Ibenk.

Menurutnya, proyeksi Jakarta sebagai kota bisnis global dan kawasan aglomerasi juga perlu dikawal mengingat salah satu bonus demografi yang akan berdampak positif pada produktivitas generasi muda saat ini.

Lebih lanjut, I Nyoman Sugidana, Ketua PD KMHDI DKI Jakarta menjelaskan bahwa RUU DKJ ini mengalami pro-kontra utamanya pada pasal 10 ayat 2 bagaian VI, Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan mendengarkan pendapan dan usul DPRD.

"Jika point pada pasal 10 ayat 2 sampai di sahkan, ini kan mengkebiri  hak demokrasi warga jakarta untuk memilih pemimpinnya sendiri dan berpotensi adanya penyalah gunaan kekuasaan oleh presiden," sahut Sugi.

Proses demokrasi yang dipilih oleh Presiden juga disebut sebagai keresahan atas gagalnya reformasi yang memberikan ruang partisipasi masyarakat seluas-luasnya dalam memilih Kepala Daerah.

Selanjutnya, peserta diskusi berharap pembahasan RUU DKJ ini dapat melibatkan dialog bersama untuk menentukan masa depan Jakarta setelah tidak lagi menjadi Ibukota Negara termasuk penguatan dan pelestarian budaya betawi. (rk/*)