Ritual Tradisi Seba, Tokoh Badui: Doakan Kehidupan Damai dan Rukun

Masyarakat Badui merayakan ritual tradisi "Seba" atau berkunjung silaturahmi kepada Bupati Iti Octavia Jayabaya bersama pejabat daerah, Jumat (28/) malam mendoakan kehidupan bangsa damai dan rukun
Masyarakat Badui merayakan ritual tradisi "Seba" atau berkunjung silaturahmi kepada Bupati Iti Octavia Jayabaya bersama pejabat daerah, Jumat (28/) malam mendoakan kehidupan bangsa damai dan rukun

Gemapos.ID (Jakarta) - Sejumlah tokoh Badui yang merayakan ritual tradisi "Seba" atau berkunjung silaturahim kepada Bupati Iti Octavia Jayabaya bersama pejabat daerah, Jumat (28/4) malam mendoakan kehidupan bangsa damai dan rukun.

"Jika itu terwujud kehidupan yang damai dan rukun maka dipastikan masyarakat bahagia juga aman serta tentram," kata tokoh Badui Dalam Ayah Mursyid di Lebak, Banten, Sabtu

Perayaan Seba yang dilaksanakan masyarakat Badui setiap tahun sekali itu memiliki makna untuk menjalin silaturahim memperkuat persatuan dan persaudaraan.

Bahkan, perayaan ritual adat tersebut sudah berlangsung ratusan tahun yang dilaksanakan nenek moyangnya.

Perayaan Seba juga bentuk kesetiaan dan kepatuhan serta kecintaan terhadap Pemerintah Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten serta aparat penegak hukum.

Karena itu, masyarakat Badui hingga kini masih terpelihara dan terjaga untuk melaksanakan perayaan adat tersebut.

Apabila, hubungan itu terjalin dengan baik tentu akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat Badui.

Masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak wajib melaksanakan Seba, karena perintah nenek moyang dengan membawa hasil komoditas pertanian ladang untuk diserahkan kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten sebagai ungkapan rasa syukur.

"Jika tidak melaksanakan perayaan Seba dikhawatirkan terkena musibah bencana alam," kata Mursyid.

Mursyid mengatakan dirinya berpesan pada perayaan Seba itu agar tahun politik 2024 dapat memperkuat persatuan dan kesatuan, sehingga semua anak bangsa itu hidup bersatu, rukun, damai, aman dan tentram.

Selama ini, masyarakat Badui dengan penduduk sekitar 11.600 jiwa tersebar di 58 perkampungan belum pernah terjadi konflik maupun perpecahan.

Selain itu juga masyarakat Badui hingga kini belum ditemukan sikap yang merugikan orang lain, seperti melakukan kriminal maupun kejahatan.

Kami berpesan agar tahun politik 2024 dengan adanya pemilihan presiden dan wakilnya juga kepala daerah, legislatif dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) berjalan lancar, damai, aman dan tentram," katanya menjelaskan.

Ayah Mursyid juga meminta para elit politik harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, sehingga dapat menciptakan iklim kondusif.

Mereka para elit politik jika kalah dalam pertarungan politik tetap harus berjiwa legowo, negarawan dan dewasa untuk lebih mencintai persatuan dan kesatuan.

"Kita jangan sampai para elit politik yang kalah dalam pertarungan politik menjadi provokator untuk memecahkan belah anak bangsa, sehingga bisa merugikan masyarakat," katanya.

Begitu pula tokoh Badui lainnya, Jaro Tanggungan 12 Saidi Yunior mengatakan tahun politik 2024 tentu masyarakat harus semakin dewasa dan mampu memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa sehingga jangan sampai terjadi perpecahan dan konflik antarpendukung maupun simpatisan.

Sebab, masyarakat Indonesia sejak nenek moyang dan kerajaan sangat mencintai kedamaian, kerukunan dan saling toleransi dengan keberagaman perbedaan agama, suku,budaya, sosial dan bahasa.

Namun, ditengah keberagaman itu menjadi kekuatan untuk semakin kokoh menjalin persatuan dalam bingkai NKRI.

"Kita sesama saudara tentu hidup harus saling berdampingan dengan toleransi sehingga pesta demokrasi tahun 2024 benar-benar penuh kerukunan dan kedamaian,"katanya menjelaskan.

Sementara itu,tokoh adat yang juga Kepala Desa Kanekes Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan, perayaan ritual Seba bagi masyarakat Badui untuk memperkuat persatuan dan persaudaraan.

Saat ini, kata dia, jumlah peserta Seba dihadiri sebanyak 1.224 orang terdiri dari Badui Dalam dengan kekhasan berpakaian putih, celana putih, dan lomar atau kain penutup kepala yang juga berwarna putih.

Masyarakat Badui Dalam yang tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana, dan Cikeusik hingga saat ini masih kuat menghidupi adat setempat.

Mereka berpergian ke manapun berjalan kaki dan dilarang naik kendaraan.

Sedangkan, masyarakat Badui Luar dengan kekhasan pakaian hitam, celana hitam, dan lomar berwarna biru menerima modernisasi menggunakan kemajuan digital dan internet melalui telepon pintar sehingga bisa berkomunikasi melalui media sosial.

Mereka warga Badui Luar ke manapun berpergian dibolehkan menggunakan angkutan, mobil, dan sepeda motor.

"Kami berharap bangsa ini ke depan menjadi lebih baik dengan memperkuat persatuan, sehingga tidak akan terjadi konflik maupun perpecahan, bahkan kehidupan masyarakat aman,tentram dan damai," kata Jaro Saija.(pa)