Bagaimana Kiprah Gen Alpha dalam Dunia Kerja pada 2030, Simak Penjelasannya

Gemapos.ID (Jakarta) - Lembaga Riset McCrindle mencatat sebanyak 11% pekerja di berbagai industri secara global pada 2030 akan diisi oleh angkatan kerja generasi Gen Alpha yang lahir pada 2010 sampai 2024. 

Jadi, generasi Gen Alpha yang tertua berusia 12 tahun sekarang yang dikenali sangat gesit berteknologi. 

“Tidak pernah terlalu dini untuk mulai berpikir tentang Gen Alpha karena ini adalah kesempatan untuk meninjau dan menjelajahi strategi SDM (sumber daya manusia) yang akan memberi keunggulan bagi perusahaan dalam menarik dan mempertahankan generasi ini di kemudian hari,” kata Presiden Komisaris (Preskom) Wagely, Alex Denni  pada Rabu (9/11/2022).

Gen Alpha diprediksi akan mengisi dunia kerja mulai 2028, walaupun usia minimun bekerja di Indonesia mulai 15 tahun. Namun, pekerjaan ringan sudah dilakukan oleh pekerja berusia 13 tahun dan pekerjaan berat oleh pekerja berusia 18 tahun.

"Untuk lebih memahami bagaimana perusahaan dapat mendukung generasi ini, mari kita lihat seperti apa masa depan dunia kerja yang akan dibentuk Gen Alfa," ujarnya.

Alex Denni menyarankan karyawan di era Industri 5.0 termasuk Gen Alfa perlu memiliki mindset, skillset, dan toolset baru untuk bisa terus berkembang. 

Langkah ini dituangkannya dalam penerapan konsep Learning 5.1 di tempat kerja yang dimuat dalam bukunya berjudul Learning 5.1: Tiba Duluan Di Masa Depan.

Perusahaan juga diminta menciptakan budaya learning bagi setiap karyawan yang mau belajar dan mengajar sambil bekerja. Jadi, dia tanpa sadar menjadi kompeten saat mengerjakan tugas masing-masing.

Konsep Learning 5.1 menghadirkan sebuah pola pikir baru bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk dipelajari mengingat peran teknologi yang membuat akses pengetahuan semakin luas dan tak terbatas bagi Gen Alfa.

Selain itu, konsep pembelajaran Learning 5.1 juga mengemukakan setiap orang adalah pembelajar sekaligus pengajar, sehingga arus pengetahuan tidak satu arah tetapi dua arah. 

Jadi, tidak terdapat istilah mentor-mentee atau atasan-bawahan dalam proses pembelajaran di lingkungan kerja masa depan.

Apalagi Gen Alpha telah belajar berbagai topik seperti artificial intelligent (AI) dan bahasa pemrograman sejak sekolah dasar (SD). Mereka adalah generasi yang paling terintegrasi secara teknologi. 

Dengan begitu, mereka telah terbiasa dengan berbagai perangkat pintar dan belajar dengan lebih cepat yang diterapkan dalam dunia kerja.

Bahkan, mereka dapat dengan nyaman menggunakan metaverse untuk pelatihan seperti seorang insinyur mekanik bisa melakukan simulasi penyelesaian masalah melalui metaverse.

Gen Alpha akan mempertimbangkan kesejahteraan saar memasuki dunua kerja saat pandemic Covid-19, ketidakpastian ekonomi, dan bekerja jarak jauh. 

Studi Global Talent Trends 2022 dari Mercer menyebutkan program kesejahteraan termasuk dalam lima alasan teratas mengapa karyawan bertahan. Jadi, perusahaan harus memastikan kesejahteraan karyawan secara emosional, fisik, sosial, dan finansial.

Saat Gen Alpha memasuki pasar tenaga kerja akan terdapat banyak keberagaman dalam posisi pimpinan. Mereka percaya bahwa penting untuk memperlakukan semua orang secara setara tanpa memandang ras, suku, warna kulit, dan asal negara.

Kesetaraan gender juga dianggap penting bagi generasi Alpha saat tumbuh di dunia yang beragam membentuk pandangan dan harapan. 

Mereka tidak akan sungkan pergi jika tahu berada di perusahaan yang terlihat mendukung sesuatu secara publik, padahal sebenarnya mengabaikan.

Bekerja dari mana saja juga akan menjadi norma baru bagi Gen Alpha lantaran saat pandemi Covid-19 mereka sudah sekolah secara daring. Jadi, ini transisi menuju kerja di mana saja akan lebih mudah.

Gen Alfa juga ingin bekerja untuk perusahaan yang sejalan dengan nilai-nilai yang dipegangnya.

Maksudnya, mereka akan merasa puas dengan pekerjaan yang dilakukannya, apabila perusahaan memberikan dampak positif seperti perubahan iklim, inklusi keuangan, dan pemberdayaan perempuan. (ant/mau)