IDI Sebut Ini Dugaan Pelanggaran Terawan Agus Putranto

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan sejumlah dugaan pelanggaran etik kedokteran yang dilakukan Terawan Agus Putranto melalui tindakan pengobatan brain washing/BW (stroke iskemik kronik).
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan sejumlah dugaan pelanggaran etik kedokteran yang dilakukan Terawan Agus Putranto melalui tindakan pengobatan brain washing/BW (stroke iskemik kronik).

Gemapos.ID (Jakarta) - Pelanggaran etik terpenting terkait hal itu seperti pengiklanan diri secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif).

Dugaan lainnya adalah Terawan Agus Putranto dinilai tidak mengindahkan undangan Divisi Pembinaan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI, termasuk undangan menghadiri sidang Kemahkamahan terkait hal tersebut.

"Terlapor (Terawan) juga terkait dengan dugaan menarik bayaran dalam jumlah besar pada tindakan yang belum ada analisa kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine/EBM)-nya," kata Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) PB IDI Beni Satria pada Jumat (1/4/2022).  

Terawan Agus Putranto juga dinilai telah menjanjikan kesembuhan kepada pasien setelah menjalani tindakan brain washing (BW). Dia selaku terlapor telah melakukan tindakan tersebut sedikitnya sejak Juli 2013.

Kontroversi metode BW di kalangan profesi kedokteran telah direspons MKEK sejak 2015. Setahun kemudian, laporan seputar dugaan pelanggaran etik atas metode BW Terawan mulai berproses.

MKEK melanjutkan penelusuran laporan dengan memeriksa keterangan sejumlah pihak terkait seperti Prof. Dr. dr. Moh. Hasan Machfoed, SpS(K) selaku Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PP Perdossi), Prof. Dr. Teguh A.S. Ranakusuma, SpS(K), Prof. Dr. Irawan Yusuf, Ph.D.

"Ditemukan pula keberatan dari PP Perdossi salah satunya terkait mengiklankan diri berlebihan, laporan biaya besar tindakan yang belum ada EBM-nya, dan pengiklanan besar-besaran tersebut membuat keresahan di kalangan anggota Perdossi maupun pasien-pasien neurologi," tuturnya. 

Berdasarkan keterangan Saksi Ahli Prof. Dr. Irawan Yusuf, Ph disebutkan peran utama BW hanya meningkatkan cerebral blood flow (aliran darah ke otak pada stroke kronik), memperbaiki suplai darah ke jaringan yang rusak.

Jadi, oksigen, nutrisi, dan obat bisa sampai ke otak serta memperpanjang window period dan gejala klinis membaik.

"Tetapi simpulan yang ditonjolkan terlalu berlebihan sebagai alternatif terapi stroke yang standar sehingga mempertajam kontroversi," ujarnya. 

Keterangan itu menegaskan bahwa temuan Terawan Agus Putranto belum dapat dijadikan terapi alternatif untuk menggantikan terapi standar. Namun, ini hanya meningkatkan cerebral blood flow yang masih memerlukan terapi lain secara terencana.

"Saksi ahli menegaskan bahwa terlapor harus bertindak sesuai kompetensi dan kewenangannya untuk menghilangkan kontroversi," ujarnya.

Hasan Machfoed berpendapat DSA di bidang neurologi disebut sebagai cerebral angiography, digunakan untuk diagnosis gangguan pembuluh darah otak (stroke iskemik). Di RS tipe A, DSA bukan merupakan hal yang baru, tetapi sudah rutin dilaksanakan untuk sarana diagnostik, bukan diperuntukkan sebagai sarana terapi atau pengobatan, apalagi untuk pencegahan stroke.

"Mereka menyebut DSA, bukan brain washing (BW). Kenyataannya promosi BW luar biasa gencar di semua media sosial, media massa, elektronik dan lain-lain, sehingga di masyarakat timbul anggapan cuci otak atau BW merupakan cara baru yang patut dicoba terutama bagi penderita stroke," ujarnya.

Saksi ahli melaporkan bahwa terlapor melakukan BW pada seorang pasien stroke perdarahan di mana pemberian heparin merupakan kontraindikasi dan kondisi pasien tidak membaik. 

“Seorang sejawat di RSUD Dr. Soetomo telah melakukan BW dengan metode DSA, tetapi pasien meninggal sesudah BW, sehingga setelah itu tindakan BW dilarang untuk dilakukan lagi di RSUD Dr. Soetomo hingga sekarang," tuturnya. 

MKEK IDI telah memberikan surat rekomendasi pemberhentian Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI, yang berpotensi membuat Terawan tidak bisa menjalankan profesinya sebagai dokter. (ant/mau)