Perajin Tempe di Jember Atur Strategi Agar Produksi Tidak Rugi

Ilustrasi: Tempe sebagai bahan makanan yang digemari masyarakat
Ilustrasi: Tempe sebagai bahan makanan yang digemari masyarakat

Gemapos.ID (Jakarta) - Akibat harga bahan baku tempe yakni kedelai meningkat tajam, sejumlah pembuat tempe di Kabupaten Jember, Jawa Timur tengah mengatur strategi produksinya agar tidak merugi.

Salah seorang perajin tempe Zaenal Arifin di Kelurahan Tegalbesar, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, mengatakan hingga kini mereka masih kesulitan memproduksi tempe.

"Kami kesulitan untuk memproduksi tempe karena harga kedelai melonjak tajam, namun di sisi lain kami harus tetap memproduksi karena banyak pedagang yang memesan tempe untuk dijual kembali,"katanya, di Jember, hari ini (28/2/2022).

Sampai saat ini, puluhan perajin tempe atau pengusaha rumahan produksi tempe di Lingkungan Kedung Piring, Kelurahan Tegalbesar mengeluhkan kenaikan harga bahan baku impor yang biasa digunakan untuk membuat tempe selama sebulan terakhir.

"Untuk tetap memproduksi tempe, kami harus mengatur strategi tertentu dengan memperkecil ukuran tempe dan tidak menaikkan harga tempe yang dijual kepada pedagang," katanya.

Menurutnya, perajin terpaksa melakukan pengurangan ukuran tempe agar tidak merugi karena harga jual tempe juga tidak naik yakni Rp3 ribu per satuannya, sehingga strategi tersebut dilakukan.

"Mengurangi ukuran tempe itu dianggap lebih baik karena biasanya pembeli akan mengeluh jika harga tempe dinaikkan, apalagi kondisi pandemi seperti ini," katanya.

Ia menjelasakan, bahan baku kedelai impor yang digunakan untuk membuat tempe tidak bisa digantikan dengan kedelai lokal karena kualitasnya tidak sama yang dapat berdampak pada hasil tempe.

"Kalau menggunakan kedelai impor maka tempe tersebut bisa tahan selama 3 hari, sedangkan kalau pakai kedelai lokal maka kadang-kadang sehari sudah tumbuh jamur dan tidak bisa untuk dimasak," ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan perajin tempe lainnya Aminah yang mengeluhkan mahalnya harga bahan baku kedelai selama beberapa pekan terakhir, sehingga para pembuat tempe mengatur strategi agar tidak merugi.

"Harga kedelai impor Rp11.500 per kilogram, padahal sebelumnya harga di kisaran Rp6.200 per kilogram. Saya berharap pemerintah juga memberikan solusi atas kenaikan harga kedelai, agar kami bisa tetap memproduksi tempe," katanya.

Sementara itu, terpantau di sejumlah pasar tradisional, para pedagang tetap menjual tempe dan tahu kepada masyarakat karena produksi tempe dan tahu tetap berjalan, namun ukurannya lebih kecil dibandingkan sebelumnya.(ant/ra)