RUU Cipta Karya Bahayakan Pekerja Muda?

ellena
ellena
Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) menyatakan keberadaan draf omnibus law RUU Cipta Kerja berpotensi membahayakan para pekerja muda jika disahkan menjadi undang-undang (UU). Karena, RUU ini tidak mendukung kesejahteraan pekerja muda. Padahal, pemerintah mengatakan membangun ekonomi digital akan dilakukannya untuk menampung bonus demografi yang berisi pekerja muda. “Dampak langsung dari pengesahan RUU ini baru akan terasa pada 10-15 tahun mendatang,” kata Ketua Sindikasi, Ellena Ekarahendy di Jakarta pada Kamis (20/2/2020). Apabila RUU Cipta Kerja disahkan, maka bonus demografi akan rentan dikapitalisasi pengusaha seperti sistem pengupahan tidak dihitung berdasarkan upah minimum regional (UMR). Namun, ini akan dihitung berdasarkan kepada satuan kerja dan satuan waktu. Kemudian, UMKM tidak harus mengikuti upah minimum daerah selama di atas garis kemiskinan. Padahal, garis kemiskinan di sini tidak konsisten di beberapa institusi. “Walaupun, upah hanya beda satu rupiah dari garis kemiskinan, maka ini tetap akan dianggap upah layak saat bekerja di UMKM,” tukasnya. Kondisi ini merugikan para lulusan baru yang akan memasuki dunia kerja, karena mereka tidak dapat menegosiasikan upah yang sesuai kebutuhan. Mereka akan diberikan upah sebesar Rp1,5 juta per bulan. Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menanggapi satu pasal dengan pasal lain dalam RUU Cipta Karya tidak sinkron dan bertabrakan. Hal ini terjadi akibat sejumlah pihak memasukan kepentingan masing-masing.  “Untuk menyatukan pasal dalam satu undang-undang bukan hal yang mudah,” ujarnya. Sekedar informasu, Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja diserahkan pemerintah kepada DPR pada Rabu (12/2/2020). RUU ini terdiri atas 79 undang-undang dengan 15 bab dan 174 pasal. (mam)