Pertahankan GSP dan Tingkatkan Ekspor, Mendag Temui USTR

FB_IMG_1582109492895
FB_IMG_1582109492895
Washington DC, 13 Februari 2020 – Menteri Perdagangan RI Agus Suparmanto menyatakan bahwa Indonesia terus berkomitmen meningkatkan ekspor dan mendapatkan fasilitas Generalized System of Preference/GSP Amerika Serikat (AS) bagi produk ekspor Indonesia di AS. Pasar AS adalah tujuan utama ekspor Indonesia ke-2. Untuk mampu bersaing di pasar AS fasilitas GSP yang diberikan AS memang sangat bermanfaat bagi eksportir Indonesia. Walaupun demikian, penerima manfaat GSP juga sebenarnya adalah importir/produsen AS karena mendapatan harga yang lebih kompetitif dan berkualitas. Hal ini disampaikan Mendag saat bertemu dengan Duta Besar United States Trade Representative (USTR), Robert E. Lighthizer, di kantor USTR di Washington DC, (13/2). Pertemuan tersebut adalah agenda utama kunjungan kerja Menteri Perdagangan ke Amerika Serikat (AS) pada 12-15 Februari 2020. "Pertemuan ini membahas perkembangan dua isu yang tersisa yaitu reasuransi dan impor produk hortikultura dari sejumlah concerns AS yang dituangkan dalam country practice review/CPR GSP untuk Indonesia. Sehingga saat ini sudah tidak ada masalah lagi dan diharapkan implementasinya juga dapat berjalan dengan baik,” ujar Mendag. CPR GSP yang dikeluarkan Pemerintah AS pada April 2018 lalu tersebut bukan hal yang baru. Sejak itu, Kementerian Perdagangan telah meminpin negosiasi GSP ini bersama kementerian dan lembaga terkait untuk meningkatkan ekspor dengan memperjuangkan GSP. Sebelumnya, Menteri Perdagangan telah bertemu dengan Dubes USTR, Lightizer, pada Juli 2018 di kantor USTR, Washington DC. “Untuk itu, agenda utama kunjungan kerja kali ini ke AS adalah untuk menjaga hubungan perdagangan dan mempertahankan fasilitas GSP untuk meningkatkan ekspor,” tegas Mendag. Selain isu GSP, kedua menteri juga membahas rencana peningkatan perdagangan Indonesia-AS menjadi dua kali lipat. AS menekankan akan menyeimbangkan neraca perdagangan dengan Indonesia dengan mengurangi defisit. "Dubes Lightizer menyampaikan apresiasi bagi Indonesia yang telah menunjukkan konsistensi dalam menyelesaikan isu hambatan akses produk AS di Indonesia. Dubes Lightizer juga kembali menegaskan bahwa AS akan selalu berfokus pada perdagangan yang berimbang dan adil," ungkap Mendag. Selain itu, lanjut Mendag Agus, Indonesia masih memerlukan GSP untuk meningkatkan daya saing produk di pasar AS. Produk-produk Indonesia yang selama ini menggunakan skema GSP AS antara lain karet, ban mobil, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai. Pada 2018, nilai ekspor Indonesia dari pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP naik 10 persen dari USD 1,9 miliar menjadi USD 2,2 miliar. Sementara pada periode Januari—November 2019, nilai ekspor dengan fasilitas GSP naik sebesar 20 persen dari USD 2 miliar menjadi USD 2,5 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. “Dengan komitmen yang telah ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia kepada pemerintah AS, Kemendag optimistis mendapatkan berita positif AS mengenai fasilitasi GSP dalam waktu satu bulan ke depan,” pungkas Mendag. Sekilas Mengenai Program GSP Amerika Serikat GSP merupakan program unilateral Pemerintah AS berupa pembebasan tarif bea masuk ke pasar AS. Saat ini, Pemerintah AS memberikan fasilitas GSP kepada 121 negara dengan total 5.062 pos tarif 8-digit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.572 pos tarif Indonesia mendapatkan fasilitas GSP. Program ini bertujuan membantu produsen AS mendapatkan produk yang dibutuhkan untuk produksi mereka. Pada saat yang sama, pemberian program ini sekaligus mendorong ekspor negara-negara berkembang ke pasar AS. Sejak April 2018, pemerintah AS mengkaji eligibilitas negara penerima GSP. Dalam Federal Register Vol. 83 tanggal 27 April 2018, AS menginisiasi GSP Country Practice Review terhadap Indonesia, India, dan Kazakhstan. Pemerintah Indonesia secara konsisten gencar melakukan berbagai upaya dan pendekatan ke Pemerintah AS agar program ini tetap berlaku bagi Indononesia. (AAN)