Kemenkes Diminta Publikasikan Penelitian Vaksin Sinovac

Tjandra Yoga Aditama
Tjandra Yoga Aditama
Gemapos.ID (Jakarta) - Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mendorong hasil penelitian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tentang efektivitas vaksin Sinovac dipublikasikan melalui jurnal internasional. Vaksin Sinovac belum memperoleh Emergency Use of Listing (EUL) dari World Health Organization (WHO) sampai sekarang. Jadi, kebijakan ini dinilai penting lantaran beberapa negara di dunia menggunakan jenis vaksin berbeda. Setiap negara mewajibkan vaksin Covid-19 yang digunakan para pendatang sama dengan vaksin yang dipakainya. Jika ini tidak sama, maka dia diminta melakukan penyuntikan sesuai vaksin Covid-19 yang sama dengannya. Dua anak Tjandra mengalami ini ketika sampai di New York, Amerika Serikat (AS). Hal ini terjadi akibat Vaksin Sinovac yang diperoleh anaknya belum disetujui Food and Drug Administration (FDA). "Bingung juga memutuskannya, nggak ada kepustakaannya yang sudah dapat Sinovac lalu harus dapat Pfizer atau Moderna lagi," katanya. Bahkan, Ahli Mikrobiologi Mia Miranti, mempertanyakan akurasi metode penelitian yang dilakukan Balitbangkes Kemenkes terhadap efektivitas Sinovac. Apakah setelah tenaga kesehatan ini divaksinasi kemudian dikasih jeda sampai imunnya terbentuk, baru mereka diteliti. "Berdasarkan penelitian perlu dua pekan hingga 28 hari sampai imun terbentuk," ujarnya. Efektivitas Sinovac yang diklaim Balitbangkes Kemenkes mencapai rata-rata 94% merupakan angka yang cukup tinggi. Sebab saat ini mutasi virus Corona juga kan ada ya di Indonesia," katanya. Balitbangkes Kemenkes melakukan kajian cepat terhadap efektivitas vaksin Covid-19 Sinovac pada tenaga kesehatan (nakes). Dari hasil ini pengguna dosis lengkap vaksin akan memperoleh penurunan risiko gejala parah hingga 94, risiko perawatan sebesar 96%, dan mencegah kematian sebesar 98%. Ketua Tim Peneliti Efektivitas Vaksin Kemenkes Pandji Dhewantara menanggapi kajian cepat dilakukan kepada nakes di DKI Jakarta pada 13 Januari-18 Maret 2021. Kajian ini menggunakan desain Kohort Retrospektif, yakni menelusuri riwayat setiap individu. Penelitian ini berfokus pada kelompok nakes yang belum divaksinasi dan yang sudah di vaksinasi pada dosis pertama dan vaksinasi lengkap. Kajian melibatkan 128.000 lebih orang berusia 18 tahun lebih yang terbagi atas perempuan berusia 30 tahun.***