Nurdin Abdullah Bantah Terima Suap dan Gratifikasi

ali fikri2
ali fikri2
Gemapos.ID (Jakarta) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki bukti kuat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah (NA) terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi. Tersangka membantah hal biasa dan itu hak yang bersangkutan. "Kami tegaskan, KPK telah memiliki bukti yang kuat menurut hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta pada Minggu (28/1/2021) KPK mengingatkan para tersangka dan pihak-pihak lain yang diperiksa dalam proses penyidikan agar kooperatif dalam memberikan keterangan. Sebelumnya, Nurdin membantah terlibat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021. "Ternyata Edy (Rahmat/ER) itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya. Demi Allah demi Allah," ucap Nurdin di Gedung KPK, Jakarta pada Minggu (28/1/2021) sebelum memasuki mobil tahanan KPK. KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu ER selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel dan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor.Nurdin diduga menerima total Rp5,4 miliar. Hal ini terdiri dari pada 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui ER dari Agung. NA juga diduga menerima uang dari kontraktor lain antara lain pada akhir 2020 dia menerima uang sebesar Rp200 juta dan pertengahan Februari 2021 melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar. Kemudian, pada awal Februari 2021 NA melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar. Atas perbuatannya, NA dan ER sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara itu sebagai pemberi, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.