Pemerintah Didesak Revisi Aturan Soal "Diskon Rokok"
Perdirjen 37 tersebut dinilai kontraproduktif dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 yang berupaya menurunkan prevalensi merokok. Celah kebijakan diskon rokok diduga banyak dimanfaatkan perusahaan-perusahaan besar. Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, muncul beberapa persoalan di lapangan terkait pengawasan produk rokok yang menjual di bawah 85 persen harga jual eceran. "Terdapat indikasi merek rokok tidak sesuai batas di wilayah yang disurvei, sehingga tidak dikenakan penyesuaian seperti yang diatur," ujar Tauhid. Senada dengan Emerson, ia menyarankan klausul pengecualian di 40 area kantor kea cukai tersebut dikaji kembali. Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta dapat melakukan kajian dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait aturan yang mengandung celah kerugian negara tersebut. KPK sebelumnya pernah memiliki kajian sejenis yang merekomendasikan penghapusan kebijakan insentif di wilayah perdagangan bebas (free trade zone/FTZ) tahun 2019 yang mampu menyelamatkan penerimaan negara hingga Rp945 miliar. Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menegaskan pihaknya masih meminta konfirmasi kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan tentang informasi tersebut. "Sedang dikumpulkan informasinya dan komunikasi dengan Direktur Jenderal Bea Cukai," ujar Pahala. (ANT/AAN)