Penyelesaian Konflik antara Masyarakat dan Perusahaan Sawit
Dari 32 kasus yang diteliti, 66% konflik hampir, bahkan ada yang, tidak berhasil sama sekali diselesaikan. Konflik yang berhasil diselesaikan pun memakan waktu yang sangat lama dengan rata-rata lima tahun. Peneliti KITLV Leiden Ahmad Dhiaulhaq menjabarkan bahwa hal ini disebabkan oleh karena tidak berhasilnya pihak berwenang di tingkat lokal dalam memediasi proses penyelesaian konflik antara perusahaan masyarakat dan masyarakat. Dari 26 upaya pemerintah daerah, DPRD, dan polisi dalam memediasi konflik antara perusahaan kelapa sawit dan masyarat, hanya tiga kasus yang dapat mencapai kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat dan kesepakatan itu memang diimplementasikan. Sementara itu juga terdapat lima kasus yang di bawa ke pengadilan dan lima lainnya melakukan penyelesaian sengketa RSPO. Penyelesaian masalah dengan fasilitas ini jarang digunakan karena adanya kendala hukum, biaya, kekurangpercayaan dan rumitnya prosedur. Terdapat tiga kasus yang dimenangkan oleh masyarakat di pengadilan pun, perusahaan tidak mengimplementasikan putusan pengadilan tersebut. Mediator profesional lebih diminati sebagai penyelesaian masalah daripada pengadilan karena lebih efektif dalam menjadi jembatan bagi perusahaan dan masyarakat dalam penyelesaian konflik kelapa sawit. POCAJI menyarankan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa perusahaan sudah mendapatkan persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan dari masyarakat lokal sebelum membuka lahan kelapa sawit dan memantau terimplementasinya perjanjian tersebut. POCAJI juga menyarankan dibentuknya lembaga mediasi tingkat provinsi atau kabupaten untuk menyelesaikan masalah, meningkatkan kemampuan pihak berwenang dalam menyelesaikan konflik, dan tegas menjatuhkan sanksi pada perusahaan yang tidak kooperatif dalam penyelesaian konflik. Serta pemastian penegakkan hukum tidak ditekan oleh pelaku bisnis. Pemerintah kabupaten juga memiliki peran yang penting dalam mencegah terjadinya konflik antara masyarakat dengan perusahaan kelapa sawit. “Semua aturan dalam perkebunan sudah ada, tinggal dijalankan. Perangkatnya juga sudah ada, tinggal dikerjakan. Kabupaten bisa memberi teguran kepada perusahaan, tapi perusahaan juga harus dilindungi sebab telah ada izin. Jika tidak ada izin, kabupaten bisa beri sanksi tegas,” jelas Kepala Dinas Perkebunan Kalbar Heronimus Hero. Sementara itu Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan menjelaskan bahwa upaya penyelesaian konflik kelapa sawit lebih banyak dilimpahkan kepada perangkat desa dalam melakukan mediasi dan pendekatan terhadap dua pihak yang bertikai. (m3)