UU Covid-19 Berpotensi Merekayasa Pidana

Abdul Chair Ramadhan
Abdul Chair Ramadhan
Gemapos.ID (Jakarta) - Penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 dinilai menyalahi sistem hukum pidana. Pasalnya, aturan ini tidak memberikan kepastian hukum seperti disebutkan Pasal 27D ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 "Pasal 27 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 mengandung ketidakjelasan perumusan norma dan membuka peluang terjadinya rekayasa dalam hukum pidana, misalnya penyangkalan unsur kesalahan," kata Pakar Hukum dari Universitas Islam As-Syafiyah Abdul Chair Ramadhan di Jakarta pada Kamis (22/10/2020). Padahal, setiap perkara dugaan tindak pidana termasuk korupsi menempati posisi paling menentukan dalam pertanggungjawaban pidana. Pasal 27 ayat (2) UU No 20/2020 tidak jelas sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda dalam pelaksanaan implementasi hukum. Karena, pasal itu mengaturpembatasan pembuat kebijakan tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana. "Apabila dilakukan penyidikan, hasilnya berupa penghentian perkara pidana karena bukan merupakan suatu tindak pidana atau tidak adanya dua alat bukti, walaupun telah terjadi kerugian negara," ujarnya. Dengan demikian, jika Pasal 27 UU No. 20/2020 mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka ini akan memberikan pembenaran kepada pemerintah. Mereka akan melakukan tindakan rekayasa dalam penerapan hukum pidana. Pemohon uji materi UU 20/2020 adalah Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA). Kemudian, perseorangan bernama Desiana Samosir, Muhammad Maulana serta Syamsuddin Alimsyah. (din)