BNPT Sebut 1.500 WNI Berstatus Teroris Tanpa Batas

Boy Rafli Amar
Boy Rafli Amar
Gemapos.ID (Jakarta) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan sekitar 1.500 warga negara Indonesia (WNI) telah menjadi foreign terrorist fighters/FTF (teroris lintas batas). Dari angka ini 800 orang belum pulang, meninggal dunia 100 orang, dideportasi sudah sampai di Indonesia sebanyak 550 orang dan returning 50 orang. "Proses hukum sedang dilakukan terhadap 120 deportan dan returning sejak 2015 yang berhubungan dengan tindak pidana atau pendanaan terorisme," kata Kepala BNPT, Boy Rafli Amar pada Kamis (27/5/2021). Deportan dan returning yang tidak mengalami proses hukum, dia menjalani program deradikalisasi. Kebijakan ini melibatkan Balai Rehabilitasi Sosial dan Anak yang memerlukan perlindungan khusus. "Tahap reintegrasi ke masyarakat dilakukan dengan pengawasan terbuka dan tertutup," ucapnya. Pengawasan terbuka dilakukan dengan kunjungan bagi profil yang dianggap kooperatif dan tertutup dilakukan melalui surveillance berbasis teknologi informasi. Pelaksanaan pemantauan terhadap profil deportan dan returning akan dievaluasi untuk melihat tingkat radikalisme, target, dan penentuan skala prioritas dalam menentukan target. BNPT berencana pergi ke Suriah dan Irak untuk melakukan assessment terhadap WNI yang menjadi FTF dan apakah layak dilakukan repatriasi ke Indonesia. Hasil kegiatan ini akan dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Kami seharusnya ke Suriah dan Irak untuk assessment, namun menunggu sinyal karena kondisi pandemi Covid-19," ucapnya. Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid mengungkapkan kaum milenial sebagai sasaran utama radikalisasi lantaran mereka sangat sensitif terhadap nilai keagamaan. Kaum milenial diklasifikasi menjadi tiga yaitu umur 14-19 tahun, 20-40 tahun dan 40 tahun sampai 55 tahun. "Khusus untuk generasi milenial 20-40 tahun ini adalah generasi yang luar biasa dan potensial menjadi sasaran radikalisasi," tuturnya. Mereka sangat sensitif nilai keagamaannya, kemudian masih dalam fase pertumbuhan yang emosional sehingga terkadang dia labil. Wawasan pengetahuan dan penghayatan mereka terhadap nilai-nilai hidup masih dalam fase pertumbuhan menuju pematangan. "Mereka rentan untuk digiring dalam konteks memperjuangkan sistem pemerintahan berdasarkan agama, khilafah, atau Daulah Islamiyah," ucapnya. Radikalisme dan terorisme menjadi musuh negara lantaran ideologi yang dibawa bertentangan dengan perjanjian yang sudah menjadi konsensus bangsa Indonesia. Hal ini adalah Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.