Tutup Celah Politisasi di CASN 2024

ilustrasi-gedung Ombudsman RI. (gemapos/Ombudsman RI)
ilustrasi-gedung Ombudsman RI. (gemapos/Ombudsman RI)

MenPANRB Abdullah Azwar Anas waktu lalu resmi mengumumkan jadwal seleksi CPNS dan CASN 2024 dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni. Mei untuk CPNS sekolah kedinasan, dan Juni untuk Seleksi CASN.

Pengumuman tersebut tentu menjadi kabar yang sangat dinantikan oleh banyak kalangan, khsusunya kawan-kawan kita yang baru lulus menempuh pendidikan. Menjadi seoarng aparatur sipil negara atau ASN masih menjadi tujuan menarik bagi sebagian besar orang. Terlepas dari apapun motivasi yang mendasarinya.

Jadwal seleksi tersebut berdekatan dengan perhelatan kontestasi dalan Pilkada serentak 2024 yang berlangsung di bulan November. Hal inilah kemudian memunculkan kekhawatiran akan terjadi memunculkan relasi kepentingan antara politik dan harapan menjadi ASN. Dan Ombudsman RI mengusulkan untuk menunda pelaksanaan seleksi CPNS dan CASN hingga perhelatan Pilkada serentak selesai dilaksanakan.

Sederhananya, secara psikologis masyarakat selalu menaruh harapan agar kehidupan mereka menjadi lebih baik kepada calon atau pemimpin mereka.

Banyak macam harapan yang disampirkan ke para politikus dan calon pemimpin, mulai harapan akan lapangan kerja, layanan kesehatan, hingga fasilitas pendidikan.

Nah, Sebaliknya, para politikus tentu akan memanfaatkan harapan itu untuk menggalang dukungan atau menjaring calon pemilih.

Sebenarnya, Relasi semacam itu sah-sah saja selama harapan itu dapat diwujudkan dengan program visi-misi yang jelas dan mumpuni. Masalahnya,  adalah ketika para pemimpin atau calon pemimpin itu memanfaatkan kekuasaan mereka dengan menghalalkan segala cara untuk memenuhi harapan tersebut.

Itulah yang dikhawatirkan Ombudsman RI akan terjadi pada pilkada, November mendatang. Sehingga Ombudsman menyarakankan pemerintah untuk menunda seleksi CASN sampai selesai Pilkada. Tujuannya, menjaga agar seleksi CASN tidak dimanfaatkan sebagai kepentingan atau komoditas politik.

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menegaskan usul penundaan itu bertujuan proses seleksi calon pegawai negara tersebut tidak dimanfaatkan kepala daerah tertentu untuk menggalang dukungan dengan menebar janji meloloskan para calon ASN yang bersedia mendukung mereka.

Rekomendasi atau usul Ombudsman cukup beralasan dan masuk akal. Hal itu diperuntukkan menutup celah ketidakadilan kompetisi akibat penyalahgunaan wewenang dalam pilkada nanti. Segala celah yang dapat menodai pelaksanaan pesta demokrasi itu tentu harus ditutup serapat mungkin.

MenPANRB Abdulah Anas sebenarnya sudah merespon hal ini. Dia menegaskan bahwa kepala daerah tidak punya kewenangan untuk mengangkat tenaga kerja non ASN menjadi ASN berdasarkan undang-undang, kecuali terkait dengan adanya tenaga kerja yang meninggal atau mengundurkan diri.

enurutnya Presiden Joko Widodo pun telah menyepakati bahwa jumlah formasi Calon ASN tahun 2024 yakni sebesar 2,3 juta. Dan menurutnya data tenaga kerja non ASN yang akan diselesaikan pun harus sudah masuk ke data Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Dengan begitu, menurutnya tidak mungkin ada data baru yang bisa dimasukkan dari daerah. Karena menurutnya angka kebutuhan formasi ASN sebesar 2,3 juta itu telah dikunci pada saat diumumkan oleh Presiden pada Januari lalu.

Akan tetapi, berdasarkan catatan Ombudsman, dari 1.138 kasus yang diadukan masyarakat dalam setahun terakhir, masalah ketidaktransparanan mendominasi dalam pelaksanaan seleksi CASN. Skema seleksi sepertinya tidak jauh berbeda.

Terlepas dari itu semua, kita tentu paham bahwa harapan rakyat dalam sebuah negara selalu beriringan dengan kekuasann. Tak terkecuali harapan soal lapangan pekerjaan. Praktik kontrak politik untuk mendapat kontrak kerja semacam itu sudah sering terjadi.

Mungkin pemerintah bisa berkata bahwa seleksinya fair dan tak bisa diintervensi, tapi tetap saja hal itu masih bisa jadi dagangan politikus untuk mendulang suara.

Kita tentu harus menegaskan bahwa segala sumber kebobrokan di negara ini, termasuk rusaknya sendi demokrasi, ialah masih suburnya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Itu yang semestinya diberantas habis. Langkah itu bisa dimulai dengan menyeleksi para calon abdi negara atau CASN dengan cara-cara yang fair dan profesional, bukan malah dibajak untuk kepentingan politik segelintir elite. Sehingga hasilnya akan melahirkan abdi negara yang berkualitas sesuai dengan bidang yang dikerjakan.