Sejarah Perayaan Imlek Hingga Jadi Hari Libur di Indonesia

Beberapa orang lewat di bawah lampoons di kuil Dharma Bhakti, Jakarta, Indonesia. Mereka datang untuk berdoa (foto: gemapos/istock)
Beberapa orang lewat di bawah lampoons di kuil Dharma Bhakti, Jakarta, Indonesia. Mereka datang untuk berdoa (foto: gemapos/istock)

Gemapos.ID (Jakarta) - Perayaan Imlek dimulai sekitar abad ke-5 Masehi. Di Indonesia, tradisi ini sempat hanya boleh dilakukan di lingkungan keluarga dalam ruang tertutup.

Dikutip dari RRI.co.id, Perayaan Imlek atau Tahun Baru Cina tahun 2024 ini, jatuh pada 10 Februari.  Tahun Baru Imlek 2575 Kongzili ini disebut tahun Naga Kayu.

Sejarah Imlek di Indonesia

Budaya Cina masuk bersama kedatangan orang Cina yang bermigrasi ke berbagai wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia untuk berdagang. Kedatangan mereka turut berdampak pada perkembangan kebudayaan di tanah air.

Perayaan Imlek dikenal di Indonesia seiring kedatangan masyarakat etnis Tionghoa ke Nusantara sejak abad ke-4 hingga ke-7 masehi. Mengikuti perkembangan zaman, budaya perayaan Imlek turut berkembang di tengah masyarakat Indonesia

Imlek di masa pemerintahan Soekarno

Saat Indonesia dipimpin Presiden Soekarno, pemerintah saat itu mengeluarkan peraturan penetapan tentang empat hari raya keagamaan. Hal ini melalui Penetapan Pemerintah No.2/OEM-1946 tentang hari-hari raya umat beragama, termasuk perayaan Imlek.

Dalam Pasal 4 ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu Tahun Baru Imlek Kongzili, hari wafatnya Khonghucu (tanggal 18 bulan 2 Imlek). Kemudian Hari Raya Ceng Beng dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek). 

Pada masa itu, orang-orang Tionghoa juga bebas berekspresi, seperti berbahasa Mandarin, bahasa lokal, memeluk agama Konghucu. Bahkan memiliki surat kabar berbahasa Mandarin, menyanyikan lagu Mandarin, dan memiliki nama Cina. 

Pelarangan Imlek di masa pemerintahan Soeharto

Pada masa pemerintahan Soeharto kebebasan masyarakat Tionghoa dalam merayakan Imlek dilarang secara terbuka. Pada 6 Desember 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat China.

Instruksi tersebut menetapkan seluruh upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Karena itu, perayaan imlek saat masa Soeharto umumnya tidak dilakukan, atau berlangsung tersembunyi.

Imlek kembali bebas dirayakan di masa pemerintahan Gus Dur

Pemerintahan Indonesia berganti, kebijakan pun berubah. Di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, pada 17 Januari 2000 dikeluarkanlah Keputusan Presiden (Keppres) No.6/2000 tentang pencabutan Inpres No.14/1967.

Sejak dicabutnya Inpres tersebut, masyarakat Tionghoa mendapatkan kebebasan lagi untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya. Termasuk merayakan upacara-upacara agama seperti imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya secara terbuka.

Pada 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif. Yaitu, hari libur yang tidak ditentukan pemerintah pusat secara langsung, melainkan oleh pemerintah daerah setempat atau instansi masing-masing.

Hari Raya Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional

Penetapan perayaan Imlek sebagai hari libur nasional baru terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Megawati melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2002. Dikutip dari laman Kemdikbud, penetapan Imlek sebagai hari libur nasional pada 2002 adalah perayaan nasional Imlek 2553 Kongzili. 

Selanjutnya, perayaan Imlek secara nasional diselenggarakan setiap tahun oleh Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin). Bahkan selalu dihadiri presiden hingga pejabat negara lainnya. (ns)