Jalan Baru Optimalisasi Potensi Mangrove Jakarta Melalui Ekonomi Biru

Pengunjung menyeberangi jembatan gantung di kawasan Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (23/9/2023). (gemapos/ant/Uyu Septiyati Liman)
Pengunjung menyeberangi jembatan gantung di kawasan Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (23/9/2023). (gemapos/ant/Uyu Septiyati Liman)


Selain sebagai tempat rekreasi pelepas penat di tengah hiruk pikuk perkotaan, Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, juga menyimpan potensi ekonomi biru yang sayang jika tidak dikembangkan secara serius.

Menurut data United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia, ekosistem bakau dapat dikembangkan berbasis ekonomi biru, yang tidak hanya terbatas pada sektor pariwisata dan perikanan, namun juga ekonomi kreatif, bioteknologi, dan energi.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyebut potensi ekonomi biru di Indonesia mencapai 1,33 miliar dolar AS (Rp20,58 triliun) dan dapat membuka 45 juta kesempatan kerja baru.

Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, Bappenas meluncurkan Peta Jalan Ekonomi Biru Indonesia (Indonesia Blue Economy Roadmap) 2023-2045 pada Juli 2023.

Tidak hanya di dalam negeri, pemerintah Indonesia juga mengusung agenda pengembangan ekonomi biru ini di tingkat regional. Alhasil, di bawah keketuaan Indonesia pada KTT ke-43 ASEAN awal September lalu, para pemimpin negara di Asia Tenggara menyetujui pengadopsian ASEAN Blue Economy Framework.

Pentingnya ekonomi biru

Selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta kini juga menyandang status sebagai pusat perekonomian Indonesia.

Sesuai data pada Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta merupakan provinsi dengan perekonomian terbesar pada 2022, dengan nilai produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) mencapai Rp1.953,46 triliun.

Sementara itu, Kementerian Investasi mencatat bahwa Jakarta menempati posisi kedua sebagai provinsi yang paling diminati oleh para investor, dengan realisasi penanaman modal mencapai Rp43 triliun pada triwulan kedua tahun 2023.

Hal ini tidak mengherankan, mengingat banyaknya perusahaan dan industri ternama, baik domestik maupun internasional, yang beroperasi di ibu kota.

Konstruksi, informasi dan komunikasi, perdagangan, industri pengolahan, serta industri jasa keuangan merupakan berbagai sektor utama yang berperan besar dalam perekonomian Jakarta.

Dengan adanya berbagai motor penggerak ekonomi tersebut, lantas apakah Jakarta masih perlu mengembangkan ekonomi biru?

Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta mencatat ekonomi biru di provinsi tersebut memiliki potensi pengembangan yang cukup besar, sehingga perlu lebih dioptimalkan pemanfaatannya.

Sektor yang berfokus pada pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan di wilayah pesisir dan laut ini dapat menjadi salah satu sektor unggulan Jakarta.

Terlebih lagi, pemerintah berencana untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Ibu Kota Nusantara (IKN), sehingga pengembangan ekonomi biru diperlukan agar Jakarta dapat terus memperkuat perekonomiannya dan mampu menjadi pusat ekonomi global.

Pengembangan ekonomi biru di Jakarta sangat diperlukan, walaupun kini wilayah tersebut sudah menjadi pusat manufaktur dan ekonomi kreatif Indonesia.

Jakarta bisa menjadi hub pembiayaan dan pengembangan inovasi ekonomi biru, baik di Indonesia maupun di kawasan.

Selain itu, provinsi seluas 664,01 kilometer persegi (km2) tersebut dapat menjadi pusat transaksi keuangan, pertukaran ide, dan pengelolaan berbasis teknologi tinggi terkait ekonomi biru.

Upaya pengembangan

Dengan adanya agenda pengembangan ekonomi biru tersebut, pemerintah mulai menaruh perhatian pada pemanfaatan berbagai sumber daya ekosistem pesisir, salah satunya mangrove.

Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mencatat bahwa ekosistem bakau di Indonesia merupakan yang terluas di dunia dengan total 3,31 juta hektare atau sekitar 20 persen dari ekosistem bakau global.

Terdapat 682 hektarr ekosistem bakau yang tersebar di pesisir Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu.

Jumlah itu termasuk 300 hektare hutan mangrove yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), salah satunya Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk di bawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta.

Sementara sisanya berada di bawah pengelolaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti Kawasan Ekowisata Mangrove (Mangrove Education Center) yang dikembangkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta serta Kawasan Ecomarine Mangrove KOMMA binaan Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta.

Selain bermanfaat untuk menahan abrasi dan menyimpan karbon (carbon sink) sebagai upaya mitigasi perubahan iklim, mangrove juga dapat digunakan sebagai bahan tinta batik, sirup, dan kerupuk.

Pengembangan produk olahan dari bakau ini telah dilakukan melalui kolaborasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan penduduk Pemukiman Nelayan Pelabuhan Perikanan Muara Angke di Kawasan Ecomarine Mangrove KOMMA.

Berbagai faktor pendukung yang masih perlu penanganan dan pengembangan terkait pengembangan ekonomi biru berbasis mangrove itu, yaitu akses jalan, status kepemilikan lahan, penurunan tanah, pencemaran, serta alih fungsi lahan untuk berbagai pembangunan.

Untuk itu, penguatan regulasi dan penegakkannya perlu dilakukan agar pemanfaatan ekosistem pesisir ini dapat dilakukan secara berkelanjutan.

Sebuah rencana induk (masterplan) mengenai pembiayaan, pusat penelitian dan inovasi, serta pelabuhan terintegrasi yang ramah lingkungan diperlukan untuk mengembangkan sebuah kawasan ekonomi biru.

Kawasan ekowisata mangrove di Jakarta perlu dikembangkan dalam satu area ekowisata berbasis ekonomi biru yang terintegrasi dengan kawasan ekowisata lainnya, seperti Kepulauan Seribu, serta pelabuhan dan sentra ekonomi kreatif.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki semua fasilitas yang diperlukan serta dana yang cukup untuk mulai melakukan investasi melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi biru dengan nilai tambah tinggi.

Selain itu, pemerintah dapat menyediakan sebuah tempat sebagai pusat bisnis, keuangan, pemikir (think tank), dan pengembangan inovasi untuk memajukan ekonomi biru ibu kota.

Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang ketiga di dunia menurut The World Factbook, sudah pada jalurnya jika pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, mulai serius mengembangkan potensi ekonomi biru di wilayah pesisir.

Bagi Jakarta, upaya ini tidak hanya untuk menghadirkan sumber pendapatan yang berkelanjutan bagi masyarakat, namun juga penting untuk menjaga kestabilan perekonomian provinsi tersebut saat nanti pemerintahan pusat sudah sepenuhnya berpindah ke IKN.

Dengan pengembangan ekonomi biru wilayah pesisir, termasuk pada ekosistem mangrove, bukan hal yang mustahil bagi Jakarta untuk mempertahankan statusnya sebagai kota metropolitan dengan perekonomian terbesar di Indonesia, seperti New York saat ditinggal pemerintah Amerika Serikat pindah ke Philadelphia, lalu Washington D.C.

Oleh Uyu Septiyati Liman