Surabaya Masuk 10 Besar Kota Kualitas Udara Terbersih

Seorang Aaparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Surabaya naik angkutan umum dari rumah menuju kantor sebagai upaya mengucangi polusi di kota setempat. (foto:gemapos/ant)
Seorang Aaparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Surabaya naik angkutan umum dari rumah menuju kantor sebagai upaya mengucangi polusi di kota setempat. (foto:gemapos/ant)


Gemapos.ID (Jakarta) - Kota Surabaya, Jawa Timur, masuk dalam 10 besar kota dengan kualitas udara terbersih di Indonesia berdasarkan data indeks kualitas udara (IKU) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI).

"Saya terima kasih kepada warga Surabaya telah menjaga lingkungan dan kotanya," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Kamis (14/9/2023).

Berdasarkan IKU KLHK, Surabaya memiliki skor 23 pada Senin (11/9) pukul 20.00 WIB. Pada waktu tersebut, kualitas udara Surabaya tergolong baik, yang berarti kadar polutan di udara Surabaya sangat minim.

Selanjutnya, Semarang menempati posisi kedua dengan indeks kualitas udara 27. Berikutnya, ada Jayapura di posisi ketiga dengan indeks kualitas udara 29.

Sedangkan pada Selasa (12/9), Surabaya naik di peringkat kedua dengan skor 28. Untuk peringkat pertama diraih Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan skor 21 dan ketiga Manado, Sulawesi Utara dengan skor 35.

Kualitas udara di Surabaya menunjukkan skor IKU 23 menunjukkan bahwa kadar polutan di Kota Pahlawan sangat minim. Nilai tersebut berdasarkan klasifikasi IKU KLHK RI yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 14 Tahun 2020, yakni dengan parameter 0-50 baik, 51-100 sedang, 101-200 tidak sehat, 201-300 sangat tidak sehat, dan 300+ berbahaya.

Maka dari itu, lanjut dia, salah satunya upaya menjaga IKU agar tetap baik di Surabaya adalah dengan cara memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH).

Menurutnya, langkah pemkot dalam menjaga RTH di Surabaya bukan hanya memperbanyak RTH saja, tapi juga diimbangi dengan meningkatkan uji emisi pada kendaraan bermotor di Kota Surabaya. Bahkan, pemkot akan melakukan pengukuran waktu berhenti di lampu lalu lintas.

"Semakin lama berhentinya, polusi semakin banyak. Maka, kita akan atur lampu merah itu biar bisa tidak terlalu lama berhentinya," ujarnya.

Menurutnya, dampak dari pengaturan waktu berhenti di lampu merah tidak akan maksimal jika tak diimbangi dengan perubahan waktu mobilitas masyarakat di Kota Surabaya. Jika mobilitas warga terjadi pada jam yang sama, secara otomatis polusi udara akan meningkat, sehingga menyebabkan kualitas udara buruk.

Namun, akhir-akhir ini Wali Kota Eri mengamati adanya rotasi waktu mobilitas masyarakat di Kota Surabaya, sehingga tidak sampai menimbulkan penumpukan kendaraan di jalan.

"Ada rotasi-rotasi (perputaran) yang cepat, tapi itu kembali lagi pada warga Surabaya. Alhamdulillah, beberapa hari ini terlihat lebih banyak waktunya tidak berbarengan. Jadi, ada yang berangkat lebih pagi atau agak siang. Jadi, seumpama ada yang jam kantornya setengah 07.30 WIB, tapi dia mengantar anak terlebih dahulu jam 06.00 WIB, tidak kembali lagi ke rumah, langsung kerja. Itu yang saya lihat perhitungan hari ini," ujarnya.

Wali Kota Eri meminta kepada perusahaan di Kota Surabaya untuk melakukan rotasi pegawai untuk berada di pekerjaan yang dekat rumah seperti yang ia iterapkan terhadap jajaran di Pemkot Surabaya.

"Misalnya rumah dia di utara, dia menjadi pegawai kecamatan atau dinas yang ada di kawasan utara. Kecuali, kalau memang ada di pusat kota. Itu yang kita lakukan dan semoga perusahaan-perusahaan itu juga punya komitmen yang sama untuk menjaga lingkungan," ucapnya. (pu)