Kemendikbudristek Resmi Tugas Akhir Mahasiwa tak Harus Skripsi, Begini Aturannya

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makarim saat acara Merdeka Belajar. (foto: Dok: YouTube Kemendikbudristek)
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makarim saat acara Merdeka Belajar. (foto: Dok: YouTube Kemendikbudristek)


Gemapos.ID (Jakarta) Kemendikbudristek secara resmi menyatakan bahwa tugas akhir mahasiswa program sarjana (S1) dan sarjana terapan (D4) tidak harus dalam bentuk skripsi. Hal tersebut disampaikan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim saat meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke-26, Selasa (29/8/2023).

“Kami memberikan kepercayaan kembali ke kepala program studi, dekan-dekan, dan kepala departemen untuk menentukan (ada-tidaknya tugas akhir),” kata Nadiem secara daring,

Nadiem menyebutkan, tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa berbentuk prototipe, bisa berbentuk proyek, bisa berbentuk lainnya. Tidak hanya skripsi, thesis, atau desertasi. “Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi,” kata dia.

Berikut adalah bunyi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik IndonesiaNomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Pasal 18

(1) Pada program sarjana atau sarjana terapan, beban belajar

minimal 144 satuan kredit

semester yang dirancang dengan Masa Tempuh

Kurikulum 8 (delapan) semester.

(2) Distribusi beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) pada:

a. semester satu dan semester dua paling banyak 20

(dua puluh) satuan kredit semester; dan

b. semester tiga dan seterusnya paling banyak 24 (dua

puluh empat) satuan kredit semester.

(3) Distribusi beban belajar selain ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan pada semester

antara paling banyak 9 (sembilan) satuan kredit semester.

(4) Mahasiswa pada program sarjana dapat memenuhi

sebagian beban belajar di luar program studi dengan

ketentuan:

a. 1 (satu) semester atau setara dengan 20 (dua puluh)

satuan kredit semester dalam program studi yang

berbeda pada perguruan tinggi yang sama; dan

b. paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40

(empat puluh) satuan kredit semester di luar

perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16 ayat (4) huruf b dan huruf c.

(5) Mahasiswa pada program sarjana terapan wajib

melaksanakan kegiatan magang di dunia usaha, dunia

industri, atau dunia kerja yang relevan minimal 1 (satu)

semester atau setara dengan 20 (dua puluh) satuan kredit

semester.

(6) Selain kegiatan magang sebagaimana dimaksud pada ayat

(5), mahasiswa pada program sarjana terapan dapat

memenuhi beban belajar paling lama 2 (dua) semester atau

setara dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester di

luar perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16 ayat (4) huruf b dan huruf c.

(7) Perguruan tinggi wajib memfasilitasi pemenuhan beban

belajar di luar program studi dan kegiatan magang

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat

(6).

(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai

dengan ayat (7) dikecualikan bagi mahasiswa pada

program studi kedokteran, kebidanan, dan keperawatan.

(9) Program studi pada program sarjana atau sarjana terapan

memastikan ketercapaian kompetensi lulusan melalui:

a. pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi,

prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya

yang sejenis baik secara individu maupun

berkelompok; atau

b. penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk

pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen

yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi

lulusan.

Terkait keleluasaan yang diatur dalam Permendikbudristek ini, Rektor Universitas Teknik Sumbawa, Chairul Hudaya, mengatakan, “Pemikiran ini sudah ada jauh-jauh hari. Hari ini kami mendapat jawaban, tentu saja dengan memberikan kepercayaan kepada perguruan tinggi, kami bisa menentukan sikap, keterampilan umum maupun khusus, dan ini memberikan keleluasan buat kampus tanpa menurunkan kualitas pembelajaran,” tutur Chairul seperti disampaikan dalam rilis Kemendikbudristek.

Terutama bagi pendidikan tinggi di wilayah Indonesia Timur yang memiliki tantangan berbeda dengan wilayah lain. Menurut Chairul Hudaya, dengan memberikan keleluasaan, pihaknya bisa mewujudkan SDM unggul yang konkret. Dukungan juga muncul lantaran Permendikbudristek ini memberikan otonomi lebih kepada perguruan tinggi. Salah satunya, soal standar kompetensi lulusan yang tidak lagi dijabarkan secara rinci dan kaku.

“Misalnya saja tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi, tesis, atau disertasi,” katanya

Penyederhanaan tugas akhir ini akan meningkatkan mutu lulusan. Jika program studi sarjana atau sarjana terapan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek atau bentuk lain yang sejenis, maka tugas akhir dapat dihapus atau tidak lagi bersifat wajib. (da)