Berikut Poin-poin Penting Pidato AHY: Kesejahteraan Rakyat hingga Krisis Iklim



Gemapos.ID (Jakarta) Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai Indonesia perlu perubahan dan perbaikan. Menurut AHY, saat ini Indonesia masih mempunyai sederet permasalahan.

AHY mengatakan tujuh bulan lagi, Pemilu 2024 akan digelar. Dia berharap rakyat tidak salah pilih karena akan menentukan masa depan Indonesia lima tahun mendatang.

"Kita berharap, rakyat tidak salah pilih," kata AHY dalam pidatonya di Jakarta, Jumat (14/7).

Karena itu, kata AHY, Demokrat menawarkan sejumlah agenda perubahan. Dia mengklaim tawaran agenda itu berasal dari studi dan pengamatan atas apa yang dilakukan negara dan pemerintah selama sembilan tahun terakhir.

Selain itu, AHY juga mengklaim agenda perubahan diambil dari pertimbangan sejumlah permasalahan serius yang dirasakan rakyat.

"Serta, keinginan dan harapan rakyat, yang kami jumpai di seluruh tanah air," ujarnya.

Berikut sejumlah poin-poin penting AHY dalam pidatonya.

1. Sebut ekonomi dan kesejahteraan rakyat masih rendah
AHY mengakui ekonomi dan kesejahteraan terdapat beberapa capaian. Namun, sembilan tahun terakhir atau dua periode Jokowi menjabat presiden terjadi sejumlah kemandekan dan kemunduran serius.

"Pertumbuhan ekonomi menurun. Jauh di bawah yang dijanjikan 7 persen hingga 8 persen. Pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5 persen. Bahkan, sempat anjlok ketika diterjang pandemi Covid-19," ujar dia.

Akibatnya, kata AHY, penghasilan dunia usaha dan kesejahteraan rakyat terpukul. Daya beli golongan menengah ke bawah juga menurun. AHY menyebut kemiskinan dan pengangguran meningkat.

"Sementara itu, ketika ekonomi tumbuh rendah, yang meroket justru utang kita, baik utang pemerintah maupun BUMN," tuturnya.

Menurut AHY, pemerintah tak bisa berdalih lambatnya pertumbuhan ekonomi karena pandemi
Covid-19. Argumentasi seperti ini, kata dia, hanya separuh benar.

"Faktanya, sebelum pandemi datang, ekonomi kita sudah mengalami permasalahan, sehingga mesti ada sebab dan faktor yang lain, di luar pandemi," ucap dia.

2. Ingin program era SBY dikembalikan
Dalam pidatonya, AHY ingin sejumlah program era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikembalikan. Sejumlah program itu di antaranya BLT/ BLSM, BPJS, Bantuan Lansia,
Difabel dan Korban Bencana, PKH, Raskin, KUR, serta PNPM.

Menurut AHY hal itu harus dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat yang menderita karena tekanan ekonomi.

"Kita perlu melanjutkan dan menghidupkan kembali semua program pro rakyat era pemerintahan Presiden SBY," ujarnya.

AHY berpendapat, kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat tersebut dapat meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi menuju 6 persen, bahkan lebih.

"Tapi pertumbuhan ekonomi ini, harus dirasakan seluruh rakyat, bukan segelintir kelompok saja.Karena itu, sulit diterima akal sehat, saat ekonomi tertekan pandemi, alokasi APBN untuk infrastruktur justru lebih besar, dibanding anggaran kesehatan," jelasnya.

"Seolah proyek infrastruktur diutamakan, sedangkan nasib rakyat diabaikan," lanjutnya.

3. Sebut modal asing dominan
AHY mengakui salah satu faktor penting pendorong pertumbuhan ekonomi nasional itu adalah investasi. Menurutnya, investasi ditingkatkan agar tercipta lapangan kerja yang lebih luas dan penerimaan pajak yang lebih besar.
"Untuk itu, iklim investasi harus terus diperbaiki, termasuk kepastian di bidang hukum dan birokrasi," ujarnya.

Dia mengakui pemerintah telah bekerja keras untuk meningkatkan investasi nasional. Tapi, Demokrat mengingatkan, untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan modal dalam negeri dan asing.

"Saat ini, pelibatan investor asing di usaha energi dan sumber daya mineral, bidang pembangunan infrastruktur, kesehatan, perkebunan dan lain-lain, dinilai terlalu longgar, sehingga dirasakan kurang adil bagi rakyat. Kita harus menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri," kata dia.

4. Ingatkan soal utang ugal-ugalan
Dia menyebut partai Demokrat mencemaskan meroketnya jumlah utang Indonesia, baik utang pemerintah maupun utang BUMN. Menurutnya, utang pemerintah dan BUMN harus dihentikan karena terlalu besar.

Menurut AHY, pemerintah tidak bisa hanya berpikir ekonomi jangka pendek dan tidak memikirkan konsekuensi jangka panjang.

"Kita harus belajar, banyak negara gagal akibat utang yang ugal-ugalan," ucapnya.

Akibat utang meroket, kata AHY, ruang fiskal sempit. Per Maret 2023, utang Indonesia mencapai lebih dari 7.800-an triliun rupiah.

"Jika rata-rata bunga utang mencapai 400-an triliun rupiah per-tahunnya, maka itu setara dengan realisasi anggaran pendidikan pada APBN 2022. Itu baru bunga, belum cicilan pokoknya," ujar AHY.

AHY menyampaikan agenda perubahan yang ditawarkan Demokrat terkait hal tersebut yaitu memilih dan memprioritaskan infrastruktur apa yang diperlukan dengan tahapan yang rasional.

"Lalu, pastikan pembiayaan tersedia, baik dari APBN maupun non APBN. Kerangka pembiayaan bersama atau pembiayaan penuh dari swasta, juga sebuah pilihan," ucap dia.

"Jika harus berutang, utang itu bukanlah komponen paling besar. Ukur kemampuan keuangan kita. Jangan besar pasak daripada tiang," imbuhnya.

5. Krisis iklim
AHY mengungkapkan kondisi dunia kini tengah mengalami krisis lingkungan. AHY berpendapat semua pihak harus menyelamatkan bumi dan lingkungan yang semakin terancam oleh krisis iklim.

"Indonesia tidak kebal, karena bangsa kita juga hidup di bumi yang sama. Kita makin merasakan dampak buruk dari perubahan iklim

ini," ucap AHY.

"Terjadi berbagai bencana alam, polusi udara dan pemanasan global, yang berdampak buruk pada kualitas tanah untuk pertanian dan perkebunan," lanjutnya.

Indonesia berkomitmen untuk mencapai Net-Zero emission, maksimal pada tahun 2060. Dia berharap itu bisa diwujudkan.

"Namun, mencermati proses yang berjalan saat ini, target waktu tersebut sulit dipenuhi," tuturnya.

"Climate Action perlu diperluas dan dipercepat, untuk mencapai Net Zero Commitment. Termasuk mempercepat dekarbonisasi, dan transisi energi terbarukan. Negara harus hadir," imbuhnya.

6. Sebut sejumlah aturan-kebijakan pro kerusakan lingkungan
AHY menyebut pemerintah pusat dan daerah harus konsisten menjalankan kebijakan yang pro lingkungan. Dia mengatakan jangan ada lagi Undang-Undang yang seolah memfasilitasi terjadinya kerusakan alam.

"Kalau tidak bisa dihentikan, terus kurangi secara signifikan laju deforestasi. Jutaan hektar hutan yang telah dibabat untuk proyek-proyek Food Estate, yang ternyata juga gagal, adalah contoh yang tidak baik," jelasnya.

Di luar itu, AHY berpendapat Kementerian Lingkungan Hidup yang kini disatukan dengan Kementerian Kehutanan, harus dikembalikan sebagai kementerian yang berdiri sendiri.

"Mengurangi otoritas dan anggaran Kementerian Lingkungan hidup, adalah sebuah sinyal yang keliru," tuturnya.

7. Demokrasi dan kebebasan berekspresi terancam
AHY menilai telah terjadi kemunduran demokrasi secara fundamental di Indonesia. Salah satunya ditandai dengan lawan politik penguasa, diidentikkan sebagai musuh negara.

"Netralitas dan independensi kekuasaan negara, dipertanyakan," tuturnya.

Dia mengingatkan jangan terulang prahara besar, seperti tahun 1965-1966; dan tahun 1998-1999 dulu.

"Jangan kita lukai perasaan rakyat, agar mereka tidak menempuh caranya sendiri, dalam memperjuangkan keadilan dan hak politiknya," ucapnya.(da)