‘Parcel Lebaran’ dari BPJS Kesehatan
Sungguh jawaban yang terkesan mengampangkan saja tanpa analisa yang kuat. Sebagian besar mereka mengikuti kepesertaan kelas I dan kelas II lantaran dibiayai oleh perusahaannya ketika masih bekerja, tapi mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sekarang. Selain itu mereka mendaftarkan diri kelas I dan kelas II guna memperoleh layanan yang lebih baik, kadang layanan kelas III sering sudah tidak bisa diberikan para penyedia layanan kesehatan. Dengan demikian, presiden harus berpikir ulang menaikkan iuran JKN lantaran ini tidak hanya diikuti oleh kalangan bawah saja, tapi ini juga diikuti oleh kalangan menengah ke atas yang terdampak menjadi masyarakat rentan miskin sekarang. Apalagi, kenaikan iuran JKN yang termuat dalam Perpres No. 82/2018.telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Nomor 7/P/HUM/2020. Namun, ini tidak dihiraukan oleh presiden dengan mengakalinya menurunkan sedikit iuran JKN melalui perpes baru. Pemakzulan Sebagian besar pengamat hukum tata negara menanggapinya presiden dinilai melanggar hukum dan tidak menghormati putusan lembaga peradilan (yudikatif). Dari hal ini presiden bisa diusulkan oleh DPR untuk pemakzulan. Tidak banyak anggota DPR yang bersuara atas kebijakan ini dan cenderung datar saja termasuk Ketua DPR dan Ketua MPR. Apalagi, pimpinan partai politik (parpol) sebagian besar membisu. Apa ini akibat mereka sedang terdampak Covid-19, sehingga mereka tidak memikirkan nasib rakyat yang berada di pundaknya atau kebijakan itu tidak mengenai dirinya, sehingga tidak bersuara lantang. Kalaupun bersuara lantang dinilai tidak cukup tanpa suatu aksi dilakukan dengan memanggil BPJS Kesehatan dan Menteri Keuangan untuk mempertanyakan persoalan ini dan mencari jalan keluarnya. Semoga ada solusi atas persoalan ini dan presiden bisa lebih bijak melihat suatu masalah ketimbang memikirkan untuk kepentingannya sendiri. (mam)