Menaikkan Iuran JKN Bisa Langgar Konstitusi

Feri Amsari
Feri Amsari
Gemapos.ID (Jakarta) Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai penyelenggara negara diminta tidak mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 yang berisi memerintahkan pembatalan kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan. Apabila iuran peserta JKN akan dinaikkan olehnya, maka ini berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. “Dengan menaikkan iuran BPJS melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 Jokowi abai terhadap hukum atau disobedience of law,” kata Pengamat Hukum Tata Negara, Feri Amsari pada Rabu (13/5/2020). Putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Tentang MA dan UU Kekuasaan Kehakiman. Pasal 31 UU MA menyebutkan peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. "Artinya dia tidak dapat digunakan lagi, termasuk tidak boleh dibuat lagi," ujarnya. Dengan demikian presiden tidak dapat menaikkan iuran JKN berapapun nilainuya. Apabila itu diabaikan secara sengaja, maka presiden dinilai melanggar konstitusi. "Untuk tindakan seperti itu presiden bisa diangket atau bahkan impeachment (dimakzulkan)," jelasnya. Sekedar informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menaikkan iuran JKN melalui Perpres No. 64/2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34. Rincian kenaikan ini sebagai berikut iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp150.000 dari saat ini Rp 80.000. Kemudian, iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp100.000 dari saat ini sebesar Rp51.000. Selanjutnya, iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000. Namun, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp16.500. sehingga yang dibayarkan tetap Rp25.500. Berikutnya, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp35.000 pada tahun depan. (mam)