Ngeri, Berikut Dampak Jika APBN Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat China

Kereta Cepat (ist)
Kereta Cepat (ist)

Gemapos.ID (Jakarta) - Pemerintah diminta untuk tidak menuruti keinginan China yang meminta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjamin pinjaman atau utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menegaskan, APBN harus dijauhkan dari hal tersebut demi menjaga kesehatannya.

"Harusnya APBN itu dijauhkan dari agunan pinjaman kereta cepat karena APBN ini entitas terpisah," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (13/4).

Bhima menjelaskan penggunaan APBN sebagai penjaminan utang sangat rentan dan sulit dilakukan. Ada banyak instrumen dalam APBN mulai dari penerimaan pajak, pengelolaan defisit dan sebagainya. Tak hanya itu, penjaminan yang dilakukan APBN juga harus mendapatkan restu dari DPR-RI.

"APBN ini ada banyak kaitannya dan harus mendapatkan persetujuan DPR," kata dia.

Penggunaan APBN sebagai penjamin juga dinilai rentan karena ini dijadikan jaminan oleh konsorsium. Dikhawatirkan, jika konsorsium tidak bisa melunasi utang, maka bisa menjadi tanggung jawab APBN.

"Begitu konsorsium ini tidak membayar cicilan, APBN yang akan terkuras dan ini bisa berdampak pada kesehatan APBN," kata dia.

Tak hanya itu, penjaminan yang dilakukan APBN bisa merusak reputasi atau tingkat rating utang pemerintah. Padahal beban utang tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi bagian dari konsorsium.

"Implikasinya utang pemerintah ke kredit rating dan berimplikasi ke suku bunga pinjaman SBN yang sekarang sudah mahal," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut China bersikeras meminta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi penjamin pinjaman utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Namun Luhut tidak bisa menyepakati usulan China tersebut. Justru dia merekomendasikan agar penjaminan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) saja.

"Memang masih ada masalah psikologis ya, jadi mereka (China) maunya dari APBN. Tapi kita jelaskan prosedurnya akan panjang. Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018," kata Menko Luhut dikutip pada Rabu (12/4).