‘Gebrakan’ Stafsus Milenial Presiden
Namun, ketika Andi Taufan sudah menjadi stafsus milenial untuk presiden, dia harus mempelajari dan mengetahui korespondensi pemerintahan. Seorang lulusan Universitas Havard, Amerika Serikat (AS) tidak mungkin berperilaku sepolos itu yang dipastikan berfikir secara analitis. Apalagi, sebagian orang mengatakan tingkah laku yang dilakukan Andi Taufan bisa dikatakan tindakan korupsi akibat dia memberikan keuntungan bagi perusahaan yang dipimpinnya. Tidak Cukup Maaf Dengan begitu suatu permintaan maaf saja yang dilakukan Andi Taufan dinilai tidak cukup untuk merespon persoalan tersebut. Dia harus dijatuhkan sanksi hukum dan etik. Presiden Jokowi dikabarkan telah memberikan peringatan keras kepada Andi Taufan. Namun, sebagian orang merasa ini belum sebanding dengan yang diperbuatnya. Bahkan, Presiden Jokowi harus melakukan investigasi apa latarbelakang perbuatannya, apakah ada pihak lain yang menginisiasi, menyuruh, dan menikmatinya dari kerja ini apabila tercapai. Pelajaran lainnya adalah jabatan apapun yang diamanahkan Presiden Jokowi kepada seseorang harus dipastikan dia tidak memiliki konflik kepentingan antara negara dan pribadi. Jadi, dia tidak memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi. Kebijakan tadi bisa didahului dengan meminta orang yang membantunya untuk tidak bekerja di tempat lain sehari-hari. Alasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak bisa diterima lantaran presiden sudah memberikan pendapatan yang sepadan diistilahkan honor sebesar Rp51 juta per bulan yang dianggap cukup. Lepas itu sejak awal Andi Taufan harus menyadari kemungkinan konflik kepentingan akan dialami jika dia memegang dua peran sekaligus. Apalagi, dia pasti tahu hal ini sering dialami pembantu-pembantu presiden. Ketika Andi Taufan dipercaya dan menyanggupi suatu tugas yang akan diemban dari presiden, maka dia mesti melepaskan pekerjaannya sehari-hari di tempat lain. Walaupun sebagai stafsus milenial dia tidak berkantor setiap hari lantaran dia juga memiliki pembantu-pembantu. Dengan begitu Andi Taufan bisa memilih salahsatu keinginan di dalam hidupnya apakah tetap berkiprah sebagai swasta yang mencari keuntungan untuk pribadi atau dia memperjuangkan kepentingan rakyat melalui pemberian pertimbangan kepada Presiden Jokowi. Pilihan yang dilakukan Andi Taufan tidak harus didesak oleh suatu aturan negara, tapi itu bisa mempertimbangkan etika negara bahkan etika bisnis. Ilmu yang dituntut hingga ke mancanegara pasti mengajarkannya. Andi Taufan sebagai anak muda yang dikenal membuat gebrakan baru atas perekonomian Indonesia melalui Amartha. Dia juga harus menunjukkan hal yang sama ketika dia diangkat sebagai stafsus milenial presiden bukan langkah kemunduran. Dia harus mempertontonkan tindakan lebih baik tidak hanya bagi stafsus presiden lainnya tetapi bagi pejabat negara lainnya bahkan bagi rakyat Indonesia. Bagaimana kita melihat Erick Tohir mengaku sudah mengundurkan diri sebagai pemilik bahkan pemimpin perusahaan yang dia geluti selama ini. Langkah ini diambil untuk menghindari diri dari konflik kepentingan antara negara dan pribadi. Merasa Mumpuni Persoalan konflik kepentingan juga dialami oleh stafsus milenial presiden lainnya yakni Adamas Belva Syah Devar. Dia merupakan CEO Ruang Guru di mana Ruang Guru merupakan salah satu mitra atau penyedia layanan pelatihan kerja dari program Kartu Prakerja. Belva bisa mengaku penunjukkan Ruang Guru sebagai mitra program Kartu Prakerja bukan atas inisiatif dirinya dan sepengetahuannya. Begitupula sanggahan Ruang Guru memiliki kompetensi, sehingga platform ini memberikan pelatihan kerja bagi peserta program Kartu Pralerja. Namun, publik belum bisa mengerti mengapa ketika Belva menjabat sebagai stafsus milineal presiden, perusahaan yang dipimpinnya memperoleh proyek tersebut. Apakah tidak ada platform lain yang bisa dipilih untuk layanan tersebut. Selain itu apakah Ruang Guru memperolehnya setelah mengikuti seleksi tertentu atau mengikuti lelang proyek dalam program Kartu Prakerja. Sejak awal memang pelaksanaan kegiatan ini tidak terlihat bagi publik secara transparan. Dengan begitu Belva tidak hanya dianggap memperoleh keuntungan pribadi sebagai stafsus milineal presden dengan perusahaan yang dipegangnya memperoleh proyek. Namun, publik akan mempertanyakaan dia memanfaatkan jabatannya dan bekerja untuk siapa. Belva juga harus memilih apakah tetap sebagai pimpinan Ruang Guru untuk kepentingan perusahaan atau stafsus milenial presiden guna memberikan masukan kepada presiden bagi kepentingan rakyat. Dengan begiti tidak hanya kalangan bisnis lainnya yang menganggap Andi Taufan dan Belva masing-masing sebagai seorang profesional. Namun, publik akan percaya apa yang dilakukan untuk kepentingan bangsa dna negara. (mam)