Norwegia Diminta Percepat Pencairan Dana LoI

KLHK
KLHK
Indonesia mengapresiasi kerjasama pendanaan bagi perubahan iklim dengan Norwegia yang telah dilaksanakan dengan prinsip mutual trust dan mutual respect. Hal ini disampaikan Wakil Menteri (Wamen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong kepada Menteri LH dan Iklim Norwegia. Ola Elvestuen pada pertemuan bilateral kedua negara pada Senin, 9 Desember  2019, di sela-sela pertemuan UNFCCC COP25. Namun, Indonesia meminta dana yang masih tersedia dari Letter of Intent (LoI) dapat segera dicairkannya dari Norwegia. Negara ini akan menggunakan dana tadi dengan membentuk Badan  Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk mengelola dana-dana lingkungan dan Result-Based Payments (RBP). Staf Ahli Menteri LHK Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Laksmi Dhewanthi, menambahkan Indonesia-Norwegia perlu menyepakati waktu yang jelas untuk mengoperasionalkan BPDLH. Jadi, penyaluran dan penggunaan dana tersebut dapat segera direalisasikan untuk meningkatkan Emission from Deforestration and Forest Degradation (REDD+) di sini. Indonesia merasa proses verifikasi oleh verifikator independen dari Norwegia berlangsung lama. Padahal, Indonesia menurunkan emisi sebesar 4,8 juta ton CO2e pada periode 2016-2017. Persoalan ini ditanggapi Ola bahwa negaranya masih melakukan finalisasi atas mekanisme verifikasi dan segera akan membahas dengan Indonesia. Sebelumnya, kedua negara ini telah menyepakati dan melakukan standardisasi penghitungan pengurangan emisi yang menjadi basis penggunaan dana LoI. Sementara itu kerjasama Indonesia dan Norwegia memasuki usia 10 tahun pada tahun depan. Dari pencapaian ini Indonesia telah meningkatkan penurunan emisi dari sektor lahan gambut. Indonesia juga sudah menginisiasi pembentukan International Tropical Peatland Centre (ITPC). Kebijakan ini sebagian bagian dari kerjasama selatan-selatan yang dapat diarahkan untuk mengurangi emisi dan perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia dan negara lainnya. Alue menyetujui gagasan Norwegia untuk memobilisasi dana REDD+ tidak hanya bergantung darinya. Namun, itu dapat dilakukan kepada pihak lain guna memperkuat upaya mengatasi perubahan iklim dunia. “Indonesia dan Norwegia telah menyapakati perlunya pelibatan sektor swasta (non-state actors) dalam pencapaian NDC (National Determined Contribution),” kata Alue Pada sisi lain hutan masih merupakan andalan bagi banyak negara untuk menurunkan emisi, sehingga langkah ini dilakukan dengan memperbaiki kerusakan hutan dan upaya mempertahankan hutan alam. (mam)