USBN akan Diselenggarakan oleh Sekolah

Nadiem Makarim
Nadiem Makarim
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan pada tahun 2020, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diganti dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Sementara ujian nasional (UN) akan segera diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter pada tahun 2021. "Konsepnya mengembalikan kepada esensi undang-undang kita untuk memberikan kemerdekaan sekolah untuk menginterpretasi kompetensi-kompetensi dasar kurikulum kita menjadi penilaian mereka sendiri," katanya dalam Rapat Koordinasi dengan para Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia di Jakarta, belum lama ini Yang lebih cocok untuk murid-murid mereka, lebih cocok untuk daerah mereka, lebih cocok untuk kebutuhan pemelajaran murid mereka. USBN tidak hanya terpaku pada pola yang sudah dijalankan selama beberapa tahun terakhir. Namun, ujian sekolah dapat berupa tes kompetensi tertulis dan/atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif seperti portofolio dan penugasan oleh guru. Kini sekolah diberikan ruang yang lebih bebas untuk menyelenggarakan sebuah asesmen mandiri yang diyakini lebih baik atau lebih holistik untuk mengukur kompetensi peserta didiknya. "Bayangkan betapa banyaknya inovasi yang bisa dilakukan guru penggerak dan kepala sekolah penggerak dengan adanya kemerdekaan ini," ujarnya. Menyoal kesiapan penyelenggaraan asesmen di tingkat sekolah, papar Nadem, hal tersebut menjadi hak setiap sekolah. Bilamana sekolah belum siap menyelenggarakan sesuai konsep yang baru dan masih menggunakan pola lama, tidak menjadi persoalan. “Untuk yang tidak mau berubah, menggunakan pola lama, itu silakan. Tetapi bagi yang ingin berubah, itu jangan disia-siakan," jelasnya. Penyusunan soal untuk asesmen yang diselenggarakan sekolah dapat bersumber dari mana saja. Asalkan mengacu pada Kurikulum 2013 dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. "Boleh ambil dari sekolah lain, meminta opini dari dinas, tetapi sudah tidak boleh dipaksakan. Itu bedanya," ucapnya. Asesmen Nasional Nadiem meneruskan selain perubahan pola asesmen yang diselenggarakan sekolah juga perlu mengembalikan tujuan asesmen tingkat nasional sebagai tolok ukur bagi setiap sekolah atau sebuah sistem pendidikan. Tahun 2020 menjadi tahun terakhir penyelenggaraan Ujian Nasional (UN), kemudian ini akan diganti dengan sebuah sistem asesmen untuk mengukur kompetensi minimal dan survei karakter. "Secara teknis, nanti detilnya kita masih dalam pengembangan, tetapi sudah pasti akan dilaksanakan melalui komputer. Apapun yang berstandar nasional itu harus berbasis komputer,” jelasnya. Asesmen pengganti UN ini dirancang untuk dilakukan pada pertengahan jenjang, misalnya pada kelas 4, 8, dan 11. Ini tes yang harus diambil di tengah jenjang dan itu bukan untuk menjadi alat seleksi untuk murid dan bisa menjadi alat formatif bagi sekolahnya dan gurunya untuk memperbaiki pembelajaran Hasil asesmen nasional diharapkan dapat mendorong perbaikan pembelajaran dan tidak bisa digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. Hasil ini dapat memberikan waktu bagi sekolah itu dan guru-gurunya untuk melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Asesmen pengganti UN ini akan lebih fokus pada keterampilan penalaran tingkat tinggi yang mendorong siswa melakukan analisis. Tiga kemampuan bernalar yang disasar yakni kemampuan menggunakan bahasa (literasi), matematika (numerasi), serta penguatan pendidikan karakter. "Jadi, tidak ada lagi materi atau mata pelajaran yang harus dihafalkan, satu-satunya cara adalah melakukan pemelajaran dengan baik," ucapnya. Sementara itu survei karakter dijelaskan Nadiem sebagai upaya untuk memotret pemahaman siswa yang tercermin dalam opini pribadinya. Kalau kita tidak melakukan survei karakter, maka kita sama sekali tidak mengetahui kondisi keamanan, kondisi kerukunan, kondisi akhlak dari murid kita. “Itu bagian dari pendidikan," paparnya. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Totok Suprayitno menambahkan pelaksanaan ujian yang diselenggarakan sekolah dan UN untuk tahun 2020 telah diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 43 Tahun 2019 tertanggal 10 Desember 2019. Permendikbud 43/2019 menyebutkan sistem pendidikan harus mendorong praktik belajar-mengajar yang menumbuhkan daya nalar dan karakter peserta didik secara utuh. Untuk itu satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk berinovasi dalam menciptakan lingkungan belajar yang berpihak pada peserta didik. “Salah satunya melalui asesmen yang digunakan untuk melakukan perbaikan pada pemelajaran,” tukasnya. Ragam soal yang akan diujikan dalam asesmen pengganti UN berupa kombinasi dari berbagai variasi model. Kombinasi antara esai, pilihan benar salah, mengurutkan, re-arrange, dan jawaban pendek. “Tidak hanya satu jawaban," tandasnya. Kendati telah menetapkan penyesuaian kebijakan terkait asesmen nasional pengganti UN, tetapi sampai saat ini Kemendikbud belum menentukan nama asesmen dan survei karakter tersebut. Kemdikbud akan mencari nomenklatur yang tepat, sekarang yang bisa disampaikan, pengganti UN itu adalah Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. "Proses pembelajaran di tingkat apapun membutuhkan interaksi, membutuhkan gotong royong, membutuhkan debat, butuh diskusi, dan butuh pemikiran kritis," ujar Nadiem usai mendengarkan pemaparan beberapa perwakilan kelompok dalam sesi diskusi untuk penyampaian tanggapan terhadap program ‘Merdeka Belajar’. Apabila ada pihak yang mempertanyakan mengenai kesiapan guru dan sekolah dalam melaksanakan program Merdeka Belajar, maka para kepala dinas diminta tidak memandang remeh atau pesimis kepada para guru. Publik dan para pembuat kebijakan diminta meyakini proses pembelajaran di dalam kelas perlu diawali reinterpretasi kurikulum dan asesmen. Kalau guru-guru tidak melalui ini, maka tidak akan ada proses pemelajaran di dalam kelas. “Ini kuncinya," paparnya. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Sigit Muryono menyampaikan apresiasinya terhadap empat penyesuaian kebijakan yang disampaikan Mendikbud. Namun, hal ini perlu dilengkapi dengan revitalisasi sistem, keterkaitan antara semua komponen, sosialisasi pemahaman guru, kepala sekolah, pengawas, termasuk pejabatnya. “Saya berharap pemerintah pusat terus melakukan pendampingan penguatan kapasitas guru khususnya dalam melakukan asesmen atau penilaian dalam mengukur kompetensi siswa baik dari ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik,” tuturnya. Guru-guru harus ditingkatkan pengetahuan dalam penilaian, karena menilai itu bukan sekadar mengukur. Ada banyak aspek di dalam penilaian, di dalam memberikan evaluasi terhadap peserta didik. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltara akan melakukan revitalisasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Salah satu wujud konkretnya adalah mendorong kemitraan asosiasi profesi guru dengan perguruan tinggi dalam melakukan riset pengembangan. Kemitraan MGMP dan KKG (dengan perguruan tinggi) dapat berupa penelitian tindakan kelas, kerja bersama, dan pendalaman materi. Fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang telah diupayakan oleh pemerintah daerah tidak akan sia-sia. Semula ini untuk memenuhi kepentingan ujian nasional, sekarang ini untuk pemelajaran, media bagi guru, dan penguatan untuk pengembangan profesi guru. “Penyampaian rencana kerja dan laporan kinerja guru ataupun sekolah di Provinsi Kaltara dapat difasilitasi dengan perangkat TIK dan akses Internet yang telah disediakan di setiap sekolah. Hal ini sejalan dengan semangat Mendikbud untuk menyederhakan kewajiban administrasi guru,” ucapnya. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tolikara, Papua, Mikael Ury, mendukung program Mendikbud, tetapi dia berharap penguatan dan pendampingan dari pemerintah pusat. “Kami masih memerlukan dukungan penyediaan guru dan pembiayaan, serta sarana prasarana pendidikan,” tuturnya. (mam)