Difabel Tidak Perlu Dikasihani

images (9)
images (9)
Gemapos.ID (Jakarta) - Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berpendapat Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas akan mengubah perspektif tentang difabel. Hal itu dari memandang keterbatasannya menjadi melihat sebagai bagian dari agen pembangunan. Bakti berupaya mengembangkan aplikasi yang dapat menunjang difabel guna mendapatkan informasi. Hal tersebut tidak hanya tersedia di Jabodetabek. Namun, itu juga di wilayah-wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia. Sampai 2020 wilayah 3T di Indonesia terdapat 7.904 desa/kelurahan yang belum terjangkau sinyal 4G. "Hal ini menyebabkan aplikasi yang menunjang kemandirian para difabel untuk menerima informasi tidak bisa dijalan dengan baik," kata Direktur Sumber Daya dan Administrasi Bakti Kominfo Fadhilah Mathar di Jakarta pada Rabu (27/1/2021 Bakti menyelenggarakan kompetensi dan pelatihan TIK untuk disabilitas. Langkah itu termasuk dalam solusi ekosistemnya, yakni di sub E-Competency. Sekitar 1.300 difabel mengikuti E-Competency. Mereka terdiri dari disabilitas fisik, mental, intelektual, dan sensorik pada 2020. Jumlah tersebut meningkat sampai dengan 300% dibandingkan tahun-tahun sebelum 2020. "Hal ini diperkirakan karena program diselenggarakan secara digital, sehingga tidak menemui kendala-kendala seperti transportasi," paparnya. Dari E-Competency beberapa difabel melaporkan mereka bisa diterima kerja bahkan menjadi entrepreneur yang menciptakan lapangan kerja. "Para difabel saat ini tidak perlu rasa kasihan dari yang lain karena sebenarnya mereka lebih kuat daripada kita," ujarnya. Yang harus diberikan justru adalah peluang dan aplikasi yang membuat mereka berdayaguna. Hal ini untuk mendukung pemberian peluang kepada penyandang disabilitas untuk mencapai mimpi-mimpinya. Dengan revolusi digital diharapkan seluruh masyarakat, termasuk difabel, dapat memperoleh kesempatan yang lebih baik "Bakti belum mengembangkan aplikasi khusus untuk disabilitas, namun mereka telah mencoba berbicara dengan pihak-pihak seperti Google dan Microsoft untuk membuat platform yang aksesibel," paparnya. Indah, panggilan akrabnya, mengakui tidak berhak membuat regulasi penyiaran ataupun aplikasi telematika. Karena, dia hanyalah bagian eksekutor. *Keterbatasan ini juga disebabkan karena Bakti terbatas wilayah 3T dan Bakti didanai dari Universal Service Obligation," tandasnya. Penyandang tunanetra yang ingin membuat lamannya dapat menghubungi Bakti untuk mendapat pertolongan. (m4)