Banyak Kontraktor Gagal Konstruksi Bangunan

AA La Nyalla Mahmud Mattalitti
AA La Nyalla Mahmud Mattalitti
Gemapos.ID (Surabaya) - Banyak kontraktor yang tidak memperhatikan ketentuan konstruksi berkelanjutan yang berakibat kasus kegagalan konstruksi bangunan. Kejadian ini akan berujung bagi perkembangan bisnis jasa konstruksi "Kegagalan itu sangat berpengaruh pada industri konstruksi, baik secara langsung atau tidak langsung, sehingga berdampak kepada kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan," kata Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti dalam Rapat Kerja Daerah Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional (Gapeknas) Jatim di Surabaya pada Minggu (18/10/2020). Kegagalan konstruksi bangunan adalah salah satu masalah jasa konstruksi yang harus dibahas Rakerda Gapeksi. Dari hal ini diharapkan para pelaku usaha jasa konstruksi siap masuk Masyarakat Ekonomi ASEAN. "Pelaku industri jasa konstruksi wajib memperbaiki kualitas daya saing jasa dan industri konstruksi seiring pemberlakuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi pada tahun depan," ujarnya. Masalah jasa konstruksi lainnya adalah pertama, Fungsi Pembinaan oleh Pemprov yang belum maksimal menyentuh masyarakat jasa konstruksi. Padahal, Mendagri telah menerbitkan SE Nomor 601 Tahun 2006 berisi pembentukan Tim Pembina Jasa Konstruksi Daerah (TPJKD). “Beberapa daerah belum menindaklanjuti dengan membentuk unit struktural," ujarnya. Kebijakan itu termasuk penanganan konflik atau sengketa kontrak konstruksi. Beberapa badan usaha jasa konstruksi kerap merasa dikriminalisasi dalam sengketa kontrak konstruksi. "Ini juga harus dipikirkan dan diadvokasi oleh organisasi," jelasnya. Gapeknas diharapkan mampu meningkatkan jumlah badan usaha dengan kualifikasi besar dan spesialis. Hal ini bukan berarti semakin banyak badan usaha dengan kualifikasi kecil dan generalis. 'Proyek jasa konstruksi kecil diperebutkan oleh ratusan kontraktor," tuturnya. Selain itu Gapeksi mesti melakukan otokritik kepada para pengusaha jasa konstruksi tentang masih mini, tenaga ahli dengan sertifikasi standar yang berlaku internasional. Padahal hal itu menjadi syarat kerja sama badan usaha jasa konstruksi nasional dan asing yang masuk ke Indonesia. (adm)