Berharap Bawaslu Miliki Standar Pencegahan untuk Pengawasan Data Pemilih

Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Pemuhtakhiran Data Pemilih Pemilu 2024 di Surabaya, Minggu, (30/10/2022). (ist)
Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Pemuhtakhiran Data Pemilih Pemilu 2024 di Surabaya, Minggu, (30/10/2022). (ist)

Gemapos.ID (Jakarta) - Direktur Kata Rakyat Alwan Ola Riantoby mengajak Bawaslu untuk menyusun standar pengawasan dan desain pencegahan demi memenuhi hak konstitusi warga negara untuk terdata dalam daftar pemilih.

Hal demikian ungkap Alwan, guna mengantisipasi masalah daftar pemilih yang kerap berulang setiap pemilu.

"Standar pengawasan adalalah bagian dari disiplin tubuh organisasi pengawas pemilu yang akan mendorong terwujudnya inetgritas dan profesionalitas," kata Alwan saat Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Pemuhtakhiran Data Pemilih Pemilu 2024 di Surabaya, Minggu, (30/10/2022).

Alwan menerangkan, pengawas pemilu memiliki pengalaman yang cukup dalam menjaga kualitas pemilih yang berasal dari daftar pemilih tervalidasi.

Untuk itu, Bawaslu membutuhkan 'Alur Desain Pencegahan' dalam pengawasan pemuhtakhiran data pemilih berkelanjutan. Alurnya dia menjelaskan, dimulai dari mengevaluasi awal kegiatan pengawasan pemukhtahiran data pemilih pada pemilu dan pemilihan sebelumnya.

"Logika pengawasan pencegaha yang baik dapat diukur dari seberapa dia menguasai, informasi, regulasi dan pendekatan faktual," sebutnya.

Kata Rakyat mengingatkan, Bawaslu butuh menjaga hubungan dalam relasi internal penyelenggara pemilu yaitu KPU dan DKPP. Kemudian, Bawaslu menguatkan relasi eksternal, khususnya masyarakat sipil dan komunitas dalam menemukan gagasan dan pola kerja pengawasan untuk menjaga hak pilih.

Gagasan terkait pengawasan pun muncul dari Ketua Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Nia Sjarifudin. Di mana Nia, mengharapkan kehadiran negara yang diwakili Bawaslu untuk melakukan pendidikan pemilih kepada masyarakat sipil. Tujuannya agar masyarakat dapat jeli apabila ada permasalahan terkait kepemiluan.

Dia mencontohkan permasalahan yang kerap terjadi di masyarakat, khusunya masyarakat adat, terkait perekaman data. Yang notabene, masyarakat adat dalam kehidupan sehari-harinya,

berpindah-pindah. Ada juga masalah masyarakat adat terkait konflik agraria, khususnya kasus mereka yang masih berada dalam kawasan hutan lindung negara, mengalami kesulitan dalam mengakses E-KTP, atau tergusur.

"Untuk itu, perlu pendidikan pemilih berkelanjutan kepada masyarakat. Strategi pengawasan juga diharapkan menggunakan bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat adat," pesannya. (rk/rls)