WOW Anggaran Kereta Cepat Rp110 T, Bisa Biayai Hampir 1 Juta Rumah Subsidi

Proyek Kereta cepat (ist)
Proyek Kereta cepat (ist)

Gemapos.ID (Jakarta) - Indonesia dan China menyepakati besaran cost overrun alias pembengkakan biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) senilai US$1,2 miliar atau setara dengan Rp18 triliun. Artinya, total anggaran kini bengkak menjadi US$7,27 miliar atau Rp110,5 triliun (asumsi kurs Rp15.200 per dolar AS). 

"Kita sepakat dengan angka cost overrun US$1,2 billion (miliar). Ini yang sedang kita rapikan. Jadi memang ada beberapa item yang mereka (China) ingin lakukan kajian terkait pajak, clearing frequency, dan sebagainya, tapi sudah sepakat angkanya," ujar Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Senin (13/2).

Dengan besaran tersebut, anggaran proyek KCJB rupanya setara dengan membangun hampir 1 juta unit rumah subsidi.

Bulan lalu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) mengatakan akan mengucurkan Rp30,38 triliun untuk subsidi 230 ribu unit rumah di 2023.

"Untuk 2023 ada sekitar 230 ribu rumah yang kami siapkan untuk diberikan subsidi," kata Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR Fitrah Nur dalam Indonesia Property Outlook 2023 di Pullman Jakarta Indonesia Thamrin CBD, Kamis (19/1).

Rincian subsidi tersebut terbagi ke dalam 220 ribu unit dalam bantuan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebesar Rp25,18 triliun dan 10 ribu unit melalui tabungan perumahan rakyat (Tapera) senilai Rp850 miliar.

Di lain sisi, pemerintah juga menganggarkan Rp890 miliar untuk 220 ribu unit rumah dalam bentuk subsidi bantuan uang muka (SBUM) dan Rp3,64 triliun untuk 754.004 unit rumah dalam skema bantuan subsidi selisih bunga (SBB).

Namun, skema SBUM dan SBM tidak menambah target 230 ribu unit rumah subsidi tahun ini. Dengan begitu, Fitrah mengatakan realisasi jumlah rumah yang mendapat subsidi di 2023 bisa lebih tinggi dari target.

"Untuk 2023 cukup besar walau biasanya targetnya akan bertambah dengan baliknya uang-uang yang sudah dipergunakan di tahun sebelum-sebelumnya," tuturnya.

Membandingkan anggaran kereta cepat dengan rumah subsidi adalah dua hal yang berbeda. Namun, dengan asumsi Rp30,38 triliun bisa membiayai 230 ribu rumah subsidi, maka anggaran bisa dipergunakan untuk hampir 1 juta rumah, tepatnya 832 ribu unit.

Apalagi, pembangunan rumah subsidi terus digenjot pemerintah untuk mengatasi kekurangan perumahan alias backlog dan mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah layak huni.

"Kami ingin menargetkan nol backlog rumah dan itu tidak bisa dilakukan Kementerian PUPR sendiri, itu harus dilakukan oleh semua stakeholder perumahan," pungkas Fitrah.

Sementara itu, pembengkakan anggaran kereta cepat bisa menyedot duit negara alias anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Janji awal proyek KCJB tidak akan memakai APBN pun dilanggar dengan kucuran dana melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) sekitar Rp4 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah ingin pembengkakan biaya pada proyek kereta cepat ditanggung bersama-sama oleh Indonesia dan China sesuai dengan porsi kepemilikan saham. Dengan begitu, diselesaikan melalui skema business to business (B2B) seperti anggaran pembangunan.

"Pada cost overrun yang kemudian berimplikasi bahwa Indonesia yang punya porsi (kepemilikan saham) 60 persen dan China 40 persen, maka kenaikan cost overrun juga harus ditanggung 60:40," katanya dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD RI pada Agustus 2022 lalu.