BPJPH Masih Sertifikasi Produk Halal

Kepala Badan Pengelola Jaminan Halal
Kepala Badan Pengelola Jaminan Halal
Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) membantah isu pengembalian kewenangan memberikan sertifikat halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI). Karena, penerbitan sertifikasi halal masih menjadi kewenangannya berdasarkan Undang-Undang (UU) 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 6. Pasal ini menyebutkan salah satu dari 10 kewenangan BPJPH adalah mengeluarkan dan mencabut sertifikasi halal dan label halal pada produk. “MUI, sebagaimana diatur dalam pasal 10, berwenang dalam memberikan fatwa kehalalan produk," kata BPJPH Kemenag Sukoso. Proses, tahapan dan kewenangan terkait sertifikasi halal sudah diatur juga dalam Peraturan Menteri Agama no 26 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Tiga pihak yang berperan dalam layanan sertifikasi halal, yakni BPJPH, MUI dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). LPPOM MUI hanyalah salah satu dari LPH. Layanan sertifikasi halal mencakup pengajuan permohonan sertifikasi halal, pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk, pengkajian ilmiah terhadap hasil pemeriksaan, dan atau pengujian kehalalan produk, pelaksanaan sidang fatwa halal, dan penerbittan sertifikasi halal. "BPJPH berwenang dalam pengajuan permohonan dan penerbitan sertifikasi halal, MUI berwenang dalam pelaksanaan fatwa halal, dan LPH berwenang dalam pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk," ucapnya. Sejak 17 Oktober 2019 BPJPH membuka layanan pengajuan sertifikasi tidak hanya di pusat, tapi juga di Kanwil Kemenag Provinsi dan Kantor Kemenag Kabupaten/Kota. Proses ini dilakukan melalui Sistem Informasi Halal (SiHalal) Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kementerian Agama. "Sejak Oktober hingga awal Desember 2019, total kunjungan layanan sertifikasi mencapai 1.705 kali atau 244 kunjungan per minggu. Kunjungan terbanyak di Kanwil Kemenag Jawa Barat, lalu Yogyakarta dan Sumatera Utara," jelasnya. Sukoso sejumlah isu yang ditanyakan publik kepadanya terbanyak adalah alur proses sertifikasi, teknis pendaftaran produk, dan persyaratan pendaftaran. Selanjutnya, hal yang berkenaan perpanjangan sertifikasi halal, pengembangan produk dan teknis audit/pemeriksaan. "Produk yang paling banyak ditanyakan terkait makanan ringan, minuman dan bahan minuman, serta restoran, roti, dan kue," ujarnya. Sementara itu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tarif Layanan Sertifikasi Halal belum menyebutkan berapa besar tarif yang dikenakan bagi sertifikasi tersebut. Jadi, Kemenag menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) no 982 tentang Layanan Sertifikasi Halal. KMA no 982 menyebutkan biaya sertifikasi halal mengacu pada standar yang selama ini diberlakukan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia LPPOM selama Menteri Keuangan (Menkeu) mengaturnya. Data BPJPH, sampai 7 Desember 2019, sudah ada 154 perusahaan yang mengajukan layanan sertifikasi halal, baik permohonan baru maupun perpanjangan. Hasil verifikasi tahap awal oleh BPJPH sudah dikirim ke LPPOM MUI sebagai Lembaga Pemeriksa Halal untuk dilakukan tahapan berikutnya. Undang-Undang (UU) 33 tahun 2014 menyebutkan sertifikasi halal bersifat wajib bagi barang dan/jasa yang masuk dan beredar di Indonesia. UU ini memberi kewenangan pemeriksaan produk kepada Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Selain itu mengatur bahwa LPH bisa didirikan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat, kampus,  baik Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Keagaman Islam Negeri,  dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. PMA no 26 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal menyebutkan syarat pendirian LPH adalah memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya. Kemudian, lembaga itu harus memiliki akreditasi dari BPJPH, memiliki Auditor Halal paling sedikit 3 (tiga) orang; dan memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium. LPH juga didirikan oleh masyarakat melalui lembaga keagamaan Islam berbadan hukum juga harus menyertakan keputusan pengesahan pendirian yayasan atau perkumpulan. Indonesia baru memiliki satu LPH, yaitu LPPOM MUI. LPH selain LPPOM MUI belum terbentuk, karena 226 auditor yang disiapkan oleh BPJPH belum diuji oleh LPPOM MUI. “Kami sudah bersurat ke MUI, meminta dilakukan uji kompetensi bagi calon auditor halal "Sesuai Keputusan Menaker Nomor 266 tahun 2019 tentang SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional),” papar Sukoso/ BPJPH sudah mendidik 226 calon Auditor Halal, jika tiap LPH minimal 3 auditor, maka diharapkan ke depan akan bisa berdiri 79 LPH. (mam)