Cegah Intolerasi Perlu Pendekatan Baru

M Najib Azca
M Najib Azca
Gemapos.ID (Yogyakarta) - Pemerintah perlu melakukan rogram dan pendekatan baru untuk mencegah intoleransi di lingkup pendidikan. Kejadian ini sudah mengkhawatirkan sekarang, "Masalah intoleransi momok yang bisa mengancam perdamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) M Najib Azca pada Sabtu (21/11/2020).
Untuk menghilangkan penyebaran intoleransi di lingkungan sekolah harus melibatkan komunitas kaum muda seperti siswa SMP, SMA dan mahasiswa. Karena, mereka harus mampu mengenali, mengidentifikasi gejala-gejala misalnya intoleransi di lingkungannya.
"Itu bisa dilakukan bila mereka terlibat langsung dan proaktif untuk melakukan aktivitas ini, misalnya terjadinya gejala radikalisasi di lingkungannya teman sebayanya,” ucapnya.
UGM tengah mengembangkan program dan pendekatan dengan membangun sekolah damai berbasis siswa sebaya. Mereka yang melihatm mengamati, mengembangkan upaya-upaya untuk membina damai di lingkungannya.
Najib menyarankan upaya mengikis intoleransi di sekolah tidak terkesan top down (dari atas ke bawah).Langkah ini dilakukan dengan proaktif merawat toleransi, perdamaian di lingkungannya dengan cara-cara yang sesuai dengannya. "Kalau menggunakan cara orang tua, kadang-kadang gak cocok,” jelasnya.
Platform TikTok atau Podcast dapat digunakan membangun toleransi di kalangan muda. Itu akan lebih mudah cepat diterima melalui proses dialog dan diskusi dengan mereka.
"Kita perlu mendengar juga dari anak muda sendiri apa yang mereka rasakan, mereka pikirkan, dan mereka inginkan, dari situ kita rumuskan agenda kolaboratifnya,” ujarnya.
Keberadaan pendidik memang sangat penting, karena sekolah masih menghargai senioritas dan secara hierarki ada guru sebagai pendidik yang memiliki otoritas. Siswa harus dilibatkan secara langsung, baru setelah itu pemerintah yang wajib ikut terlibat.
"Pelibatan tokoh agama dan organisasi masyarakat juga penting seperti dengan NU, Muhammadiyah, dan Al Washliyah. Jadi, ini bisa dianggap sebagai agenda komunitas agama," jelasnya.
Dengan begitu program akan sangat kuat dibandingkan agenda hanya berupa program yang berasal dari pemerintah saja. Bbila agenda tersebut hanya bertumpu dari pemerintah saja.
"Kalau itu yang terjadi, maka program dinilai belum berhasil untuk mendiseminasi, me-mainstream-kan, dan memperluas pencegahan dan pendekatan kontra ekstremisme dan radikalisme di lingkungan sekolah," jelasnya.
Najib mengemuakakan penguatan wawasan kebangsaan di lingkungan sekolah merupakan suatu paket yang lengkap sebagai upaya meningkatkan pendekatan keagamaan moderat. Hal itu seperti cara pendekatan yang dilakukan NU dengan Islam Nusantara-nya yaitu pendekatan agama berbasis kebudayaan dan adat.
“Itu sekaligus untuk mengokohkan identitas kebangsaan kita, karena agama dan budaya adalah bagian kolektif kita sebagai bangsa," pungkasnya. (mam)