Sustainable Transport Award, Memerlukan Proses
Gub. Basuki Tjahaja Purnama menuntaskan pembangunan 13 koridor Busway Trans Jakarta, penggunaan bus lantai rendah (low deck), Simpang Susun Semanggi, penataan dan pelebaran trotoar yang sebagian dapat dimanfaatkan jalur sepeda dan memulai angkot gratis pada 10 rute saat jam sibuk pagi dan sore. Masa kepemimpinan Gub. Jarot Saiful Hidayat yang relatif pendek 4 bulan melanjutkan program yang sudah dikerjakan Gub. Basuki Tjahaja Purnama sebelumnya. Kemudian, munculnya BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) dengan Bus Trans Jabodetabek dan Bus JR Connexion sejak 2016 atau PT KCI dengan operasionalisasi KRL Jabodetabek sejak 2013 adalah wujud kepedulian pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Pengukuhan program Pola Transportasi Makro (PTM) dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau serta Penyeberangan di DKI Jakarta juga berperan. Program PTM mempunyai strategi yang meliputi pengembangan angkutan umum, pembatasan lalu lintas, dan peningkatan kapasitas jaringan. PTM yang dibuat dalam perda menjadi penguat para gubernur DKI untuk mewujudkan transportasi yang humanis di Jakarta. Setiap kepala daerah atau gubernur di Jakarta memiliki kontribusi dengan inovasi masing-masing. Kendati begitu, PR lain soal jalur sepeda masih menanti. Jalur sepeda yang kini disediakan masih perlu dipastikan faktor keamanan dan kenyamanannya bagi pengguna sepeda. Sekarang jalur sepeda tidak berkeselamatan, ini yang masih menjadi PR DKI Jakarta, yang artinya belum selesai. Pengaturan ojek daring yang hingga kini masih berpolemik. Beberapa terminal penumpang masih perlu dibenahi, seperti Terminal Tanjung Priok, Terminal Kampung Rambutan. Kebijakan pelat kendaraan bermotor Ganjil Genap yang sudah berjalan dapat segera digantikan dengan kebijakan jalan berbayar (electronic road pricing atau ERP). Sekarang, kebijakan pelat kendaraan bermotor Ganjil Genap dirasa kurang memberikan kontribusi mengatasi kemacetan lalu lintas di jalan, karena cenderung warga membeli kendaraan bermotor yang berbeda pelat nomor kendaraan. Juga ada upaya pemalsuan plat nomor kendaraan bermotor bagi yang belum sanggup membeli kendaraan bermotor. Penegakan hukum dengan bantuan teknologi informasi (electronic traffic law enforcement atau ETLE) sangat membantu meringankan petugas Kepolisian Lalu Lintas untuk tidak harus ke lapangan lagi. Penegakan hukum pelanggar lalu lintas seperti ini lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Ojol masih semrawut, kebijakan larangan sepeda motor di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin juga masih dihapuskan padahal ini baik sekali. Trotoar yang sudah rapi dan bersih dari PKL di Kawasan Stasiun Tanah Abang, kemudian diijinkan PKL berjualan. Kendati sudah dibuatkan lahan berdagang pengganti, namun kesemrawutan di trotoar yag dipenuhi PKL tersebut sulit ditertibkan seperti sedia kala. Jadi jangan sekali-kali masukkan transportasi menjadi janji politik yang desdruktif. Karena akan ada yang dikorbankan di lapangan. Hal lain yang juga jadi PR dan perlu dipastikan adalah integrasi antar-moda serta penertiban trotoar dari pangkalan ojek, parkir mobil serta pedagang kaki lima. Integrasi sudah berjalan dalam hal integrasi fisik dan integrasi jadwal perjalanan. Sementara integrasi pembayaran sedang dalam proses berlanguns. Jika kelak, integrasi pembayaran dapat terwujud, cukup satu tiket (one ticket) untuk semua moda transportasi umum. Pengguna transportasi umum dapat berlangganan tiket transportasi umum untuk harian, mingguan atau bulanan. Keberhasilan Kota Jakarta menata transportasi dapat dijadikan contoh para kepala daerah di kota-kota lain di Indonesia untuk untuk menata transportasi kotanya. Tahun 2020, Ditjenhubdat Kementerian Perhubungan telah mulai membantu penataan transportasi umum perkotaan di daerah dengan skema pendanaan pembelian layanan (buy the service) di lima kota. Kelima kota itu adalah Medan, Palembang, Yogyakarta, Surakarta dan Denpasar. Selain itu, akan dilanjutkan dengan program bantuan pembangunan infrastruktur sepeda di beberapa kota. Penyediaan transportasi umum harus disertai pula dengan penataan jalur sepeda dna fasilitas pejalan kaki. Kota-kota tersebut, kelak dapat dipersiapkan untuk mengikuti ajang Sustainable Transport Award di tahun mendatang. Setidaknya ikut untuk mengukur seberapa jauh pencapaian program yang sudah dikerjakan dalam menuju transportasi berkelanjutan. Semua pencapaian kesuksesan memang perlu proses dan pasti ada progres jika dilakukan dengan sungguh-sungguh. Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyaratakatan MTI Pusat